Rabu, 20 April 2016

Administrasi pembangunan


blogspot.com
Baru saja dioptimalkan
Lihat yang asli

Kumpulan Materi
Jumat, 28 Februari 2014
Administrasi Pembangunan

BAB I
Ruang Lingkup Administrasi Pembangunan
Administrasi pembangunan belum diakui ataupun belum merupakan suatu disiplin ilmu yang telah berkembang. Saat ini perkembangan menuju kearah itu terlihat dalam berbagai usaha para ahli dan penulis. Administrasi pembangunan berkembang berdasarkan disiplin ilmu yang mendahuluinya, yaitu administrasi negara.
Administrasi negara muncul akhir abad ke 19 yang dipelopori oleh penulis-penulis dan praktisi-praktisi administrasi pemerintah di Amerika Serikat. Pelopor- pelopor dari ilmu tersebut antara lain Woodrow Wilson, Frank J. Goodnow, Leonard D. White.
Ada empat subfungsi perumusan kebijakan yaitu:
1.Kebijakan tergantung analisis yang baik atas keadaan-keadaan nyata yang ada
2.Perumusan kebijakan juga harus meliputi usaha untuk memproyektir kenyataan-kenyataan sekarang dalam keadaan-keadaan nanti/masa depan, dengan cara melakukan perkiraan dari perkembangan yang mungkin terjadi dan dalam penyusunan berbagai alternatife langkah kegiatan yang mungkin dilalui.
3.Agar suatu program strategi dan taktik-taktik kegiatan berdasarkan seperti no 1 dan 2.
4.Rangkaian terakhir adalah pengambilan keputusan, dengan kata lain, bagian ini merupakan perencanaan.
Unsur-unsur administrasi ialah, struktur organisasi, keuangan, kepegawaian dan sarana-sarana lain. Unsur dinamik administrasi meliputi pimpinan, koordinasi, pengawasan dan komunikasi.
Para ahli administrasi negara memberikan perhatian terhadap dua hal, yaitu administrasi bagi negara-negara yang sedang berkembang atau yang sedang mengalami perubahan (dari masyarakat tradisionil agraris kearah masyarakat maju dan mulai memperkembangkan industri). Yang kedua adalah perhatian kepada masalah interrelasi antara kehidupan yang lain.
Administrasi negara lebih berorientasi untuk mendukung usaha-usaha pembangunan Negara-negara yang belum maju, yang berarti perhatian terhadap usaha perencanaan dan pelaksanaan pembangunan-pembangunan. Suatu perencanaan yang berorientasi kepada pelaksanaannya akan lebih banyak mengarah dalam pelaksanaan pembangunan.
Administrasi pembangunan berfungsi untuk mendukung proses perumusan kebijaksanaan-kebijaksanaan dari program-program pembangunan, yang tercermin dalam suatu rencana pembangunan atau suatu kerangka kebijaksanaan yang konsisten (dalam proses administrasi dan politik). Administrasi pembangunan juga mendukung tata pelaksanaan kebijakan secara efektif (instrumen = administrasi pembangunan).
Perencanaan serta fungsi pemerintah terhadap perkembangan masyarakat tergantung oleh beberapa hal, diantaranya filsafah hidup masyarakat dan filsafah politik masyarakat tersebut. Ada negara-negara yang membebaskan masyarakat dalam perkembangannya, sehingga peran pemerintah tidak terlalu dominan. Namun ada pula negara yang menginginkan pemerintah mengurus hampir segala sesuatu kehidupan masyarakat bangsa tersebut, yang mendasari orientasi ini yaitu filsafah politik tradisional. Peran serta fungsi pemerintah seringkali tergantung dengan tingkat kemajuan suatu negara terutama dalam bidang ekonomis materiil.
Peran pemerintah dalam pembangunan berencana dapat dilihat dalam beberapa bentuk, yaitu pemerintah sebagai penjaga keamanan dan ketertiban dalam perkembangan, sering kali penarikan pajak tidak diabdikan untuk kepentingan masyarakat sehingga pemerintah berperan dalam hal ini. Adapun istilah service state, diamana pemerintah berperan sebagai abdi sosial dari keperluan-keperluan yang perlu diatur dalam masyarakat. Selain itu, pemerintah juga memiliki peran entrepreneur atau pendorong inisiatif usaha pembaharuan dan pembangunan masyarakat. Pemerintah menjadi development agent atau unsur pendorong pembaharuan/ pembangunan.
Campur tangan pemerintah dalam proses pembangunan dilakukan dengan lima macam cara, diantaranya:
1.operasi (operation) langsung, yaitu pemerintah menjalankan sendiri kegiatan pembangunan tertentu.
2.Pengendalian langsung (direct control) penggunaan perijinan, lisensi (untuk kredit, kegitan ekonomi lain), penjatahan dan sebagainya.
3.Pengendalian tidak langsung (indirect control) dengan cara pemberian aturan dan syarat.
4.Pemengaruhan langsung (direct influence) dengan cara persuasi atau nasehat.
5.Pemengaruhan tidak langsung (indirect influence) dengan bentuk involvement.
Di Indonesia peran serta fungsi pemerintah dalam pembangunan nasional, tercermin dalam pembukuan Undang-undang dasar 1945 alenia ke-4 “… melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan social…”
BAB II
Administrasi bagi Pembangunan Nasional
Masyarakat bangsa dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori, yaitu masyarakat tradisional, masyarakat peralihan, dan masyarakat maju. Masyarakat di negara berkembang merupakan masyarakat peralihan yang sedang berusaha mengembangkan dirinya dari masyarakat tradisionil dengan ekonomi terbelakang, menuju kearah keadaan yang dianggap lebih baik. Dalam hal ini masyarakat negara berkembang berada dalam usaha perubahan sosial yang besar dan umumnya ditekankan pada pembangunan ekonomi, karena pembangunan ekonomi dapat mendukung pencapaian tujuan, atau mendorong perubahan serta pembaharuan dalam bidang kehidupan di masyarakat.
Hal terpenting dalam proses pembangunan nasional adalah terselenggaranya perubahan-perubahan dalam keadaan yang stabil dinamis. Untuk dapat mewujudkan perubahan-perubahan tersebut diperlukan perencanaan. Perencanaan diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan yang dikehendaki. Pembangunan nasional secara berencana dapat dilihat dari tingkatan-tingkatan sebagai berikut:
1.Adanya keinginan dari masyarakat yang didasari dari kebutuhan dasar masyarakat.
2.Perumusan konsilisasi yang dilakukan dalam proses politik dan dituangkan dalam bentuk keputusan-keputusan politik mengenai kehendak negara.
3.Perumusan dasar-dasar hokum bagi pelaksanaan keputusan politik.
4.Perumusan kebijakan-kebijakan dan program-program pemerintah dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan di dalam keputusan politik.
5.Penyusunan program-program kerja (programming).
6.Implementasi, dalam tingkat ini dimaksudkan untuk merealisir pencapaian tujuan yang telah dirumuskan dalam kenijakan pemerintah berdasarkan keputusan politik.
7.Penilaian dari pelaksanaan dan hasil-hasil yang telah dicapai.
Rencana dan realisasi pelaksanaan rencana sering kali tidak sejalan, ini disebakan oleh karena kemampuan sistem administrasi untuk pelaksanaan pembangunan berencana yang efektif tidak mendapat perhatian. Serta seringkali usaha-usaha perbaikan dan penyempurnaan administrasi dilakukan secara terpisah dari perencanaan pembangunan. Perencanaan perlu dimensi-dimensi yang operasional, diantaranya berorientasi untuk mencapai suatu tujuan, berorientasi kepada pelaksanaannya, pemilihan dari berbagai alternatif mengenai tujuan-tujuan mana yang lebih diinginkan, perspektif waktu, serta perencanaan harus merupakan suatu kegiatan yang rutin dan terus menerus dari formulasi rencana dan pelaksanaannya. Ciri-ciri perencanaan yang berorientasi pada pelaksanaannya dapat dilihat sebagai berikut:
1.Penggunaan rolling plants yaitu rancana-rencana yang setiap akhir periode pelaksanaan disusun kembali tujuan, sasaran, dan program-programnya.
2.Penyusunan dan pelaksanaan dari perencanaan operasionil tahunan.
3.Kaitan antara perencanaan fisik dalam berbagai program dan proyek kegiatan dengan perencanaan pembiayaan.
4.Perencanaan pada unit kegiatan pemerintah yang dituangkan dalam program dan proyek pembangunan.
5.Disain perencanaan dan pelaksanaan perbaikan serta penyempurnaan administrasi negara, sehingga dapat dijadikan prasarana pelaksanaan fungsi-fungsi pembangunan pemerintah.
Salah satu hambatan pokok terhadap kemampuan administrasi negara untuk mendukung tugas-tugas baru dalam pelaksanaan pembangunan adalah karena seringkali birokrsi pemerintah itu sendiri sebagai produk dari padalingkungannya masih terbelakang. Perbaikan dan penyempurnaan administrasi negara dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan usaha perbaikan dan penyempurnaan secara menyeluruh, dan pendekatan secara sebagian-sebagian.
Dalam pelaksanaan administrasi pembangunan pertimbangan ekonomis menjadi pertimbangan yang amat penting. Dilihat dari kelemahan-kelemahan di bidang administrasi, maka penyempurnaan administrasi negara untuk pelaksanaan pembangunan dibeberapa wilayah terutama yang dihadapi oleh negara-negara berkembang seperti (Asia) memiliki beberapa hal yang dihadapi diantaranya, sebagai berikut.
1.Perlu dilakukan penyempurnaan di dalam penyusunan dan hubungan perlembagaan yang berfungsi dalam bidang penyempurnaan administrasi negara.
2.Mengenai pembinaan dan perencanaan kepegawaian, perubahan orientasi pada kemampuan untuk melayani tugas-tugas rutin pembangunan.
3.Masalah pembinaan dan penyempurnaan organisasi untuk pembangunan.
4.Penyempurnaan di bidang manajemen termasuk prosedur-prosedur kerja.
5.Partisipasi dan perhatian terhadap usaha penyempurnaan administrasi negara menuju administrasi pembangunan.
Beberapa hambatan dalam pelaksanaan administrasi secara ekonomis, dapat dikemukakan beberapa hal:
1.Tiadanya motif untung dan kemungkinan failit/bangkrut maka ada kecenderungan suatu operasi pemerintah kurang efesien dibandingkan dengan suatu operasi swasta.
2.Masih seringnya terdapat paternalisme dan spoil politik maupun pribadi di dalam administrasi negara sehingga hal ini menyulitkan pembinaan efesien.
3.Adanya gejala empire building yaitu suatu usaha untuk memperluas birokrasi.
4.Berkembangnya prosedur-prosedur yang berbelit-belit dan panjang karena hendak memenuhi ketentuan berbagai badan administrasi secara tidak konsisten.
BAB III
Aspek-Aspek yang Saling Mempengaruhi Administrasi Pembangunan
Pendekataan administrasi pembangunan terkait erat, saling berhubungan dan saling mempengaruhi keadaan dan proses perkembangan politik, ekonomi, social dan lainnya. Hubungan itu saling bertentangan, baik hubungan netral maupun hubungan yang saling mendukung. Administrasi pembangunan memberikan prasarana peralatan dan penggerakan perkembangandi bidang kehidupan masyarakat. Dan keadaan sebaliknya akan mempengaruhi tingkat kemampuan pelaksanaan administrasi pembangunan, kecuali itu administrasi pembangunan juga berarti kemampuan untuk menanggapi akibat-akibat dalam proses pengembangan dan pembangunan. Administrasi pembangunan bergerak dalam perkembangan pembaharuan yang cepat (change), yang sering kali disebut “turbulence”.
Aspek politik dalam perkembangan masyarakat atau negara erat hubungannya dengan administrasi pembangunan. Berbagai aspek politik yang mempunyai pengaruh timbal balik dengan administrasi pembangunan adalah filsafat hidup bangsa atau filsafat politik kemasyarakatan dari suatu negara tertentu. Banyak pengarang yang mengemukakan adanya hubungan antar pola kekuasaan yang berlaku di suatu negara (regime types) yang tercermin dalam system politiknya, dengan pelaksanaan tugas pembangunan negara. Esman membagi pola kekuasaan suatu negara dalam lima tipe. Lima tipe yang dapat dibedakan dari cirri-ciri strukturil dan behavioral yang samaitu adalah:
1.Oligarki konservatif
2.Sistim kepartaian yang kompetitif dan berorientasi kepentingan golongan
3.Sistim partai massa yang dominan
4.Golongan militer pembangunan yang otoriter
5.Kekuasaan komunis totaliter
Pada akhir-akhir timbul istilah baru yaitu teknokrasi.kekuasaan mereka ialah dalam menggunakan teknologi sebagai disiplin untuk merumuskan hal-hal yang dapat membina proses perkembangan yang lebih baik.
Aspek lain yang erat kaitannya dengan administrasi pembangunan adalah keadaan politik internasional dan politik luar negeri dengan negara yang bersangkutan. Sering kali masalah hubungan luar negeri treutama dalam rangka perdagangan dan bantuan mempunyai pengaruh utama, tidak saja dalam pengarahan politik luar negeri tetapi juga dalam rangka penyempurnaan administrasinya.
Demikian pula erat hubungannya antara aspek ekonomi dengan administrasi pembangunan dalam proses pembangunan dan pembinaan bangsa. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu bagian dari proses perkembangan social, politik, psikologi, kebudayaan, administrasi dan ekonomi yang disebut pembangunan atau modernisasi. Negara-negara baru berkembang pada umumnya memberikan prioritas yang tinggi terhadap pembangunan ekonomi. Hal ini disebabkan karena perbedaan yang mencolok dalam tingkat pertumbuhan antara negara adalah di bidang ekonomi materiil.
Berbagai aspek sosial-budaya perlu mendapatkan perhatian dalam administrasi pembangunan.Bahkan proses pembangunan yang sebenarnya, haruslah merupakan perubahan sosial-budaya. Agar pembangunan menjadi suatu proses yang dapat bergerak maju sendiri (self sustaining process) tergantung pada manusia dan struktur sosialnya. Jadi bukan hanya yang dikonsepsikan sebagai usaha pemerintah belaka. Pembangunan tergantung dari suatu “innerwill”, proses emansipasi diri. Dan partisipasi kreatif dalam proses pembangunan menjadi mungkin karena proses pendewasaan.
Ciri masyarakat tradisional:
1.Terkait pada tempat asal
2.Orientasi “status”
3.Hubungan pribadi (persoonlijk)
4.Loyalitas primodial (agama, golongan, suku, keluarga)
5.Organisasi keluarga, ikatan bersifat pribadi
6.Organisasi kecil-kecil (frakturisasi)
7.Orientasi terhadap waktu lampau
8.Bergantung pada nasib
9.Hubungan dengan alam: penyesuaian
10.Terhadap kekuasaan: hierarkis
11.Kebudayaan ekspresif
Ciri masyarakat modern:
1.Mobilitas
2.Orientasi hasil presuasi (achievement)
3.Hubungan non pribadi, atas dasar masalah (zakelijk)
4.Loyalitas perlingkup (averarching) negara, kedinasan, profesi
5.Organisasi non pribadi, ikatan kempentingan atau berorientasi tujuan
6.Organisasi besar (organisasi revolution) (efficiency)
7.Orientasi terhadap hari depan
8.Persoalan yang ditimbulkan manusia dapat diatasi oleh manusia
9.Hubungan dengan alam: mengatasi setidak-tidaknya mengatur
10.Coarchis
11.Kebudayaan progresif
S.P. Siagian mengklasifikasikan elite masyarakat kedalam beberapa golongan, yaitu:
1.Elite politik,
2.Elite administratif,
3.Elite cendekiawan,
4.Elite dunia usaha,
5.Elite militer, dan
6.Elite pembinaan pendapatan umum (informed observer)
Administrasi pembangunan juga erat kaitannya dengan perkembangan ilmu, teknologi dan perkembangan fisik. Administrasi pembangunan perlu memberikan sarana terkait dengan pertumbuhan ilmu, teknologi, dan perkembangan fisik. Administrasi pembanguna juga perlu memberikan perhatian terhadap pengembangan sumber-sumber alam, pemanfaatan dan pemeliharaan lingkungan hidup. Pembangunan pada dasarnya adalah usaha yang akan mempengaruhi dan merubah potensi sumber-sumber dan keadaan lingkungan hidup.
Pembinaan dan pengembangan aspek konstitusionil yang perlu diperhatikan dalam administrasi pembangunan meliputi pembinaan institusi politik, ekonomi, sosial, pendidikan dan lain-lain. Proses pembaharuan dan pembangunan juga merupaka suatu proses pembinaan institusi-institusidi dalam masyarakat yang baru dan bahkan mungkin penghapusan institusi-institusi masyarakat yang lama. Pengembangan institusi ini merupakan bagian dari proses pengembangan sosial yang lebih luas. Dalam proses itu bukan saja akan terbina atau terhapusnya institusi, tetapi juga sering terjadi perubahan-perubahan dari pada unsur-unsur ini.
NURSELLA SENJARIANI di 20.12
Berbagi
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar


Beranda
Lihat versi web
Nursella Senjariani
Foto Saya
NURSELLA SENJARIANI 
Ikuti
Lihat profil lengkapku
Diberdayakan oleh Blogger.

Selasa, 12 April 2016

Pengorganisasian pelajar


blogspot.com
Baru saja dioptimalkan
Lihat yang asli
PR. IPNU - IPPNU Sudimoro


Jumat, 16 Agustus 2013

Kepemimpinan dan Metode Pengorganisasian Pelajar

KEPEMIMPINAN DAN METODE PENGORGANISASIAN PELAJAR
Oleh, Muhammad Masrullah, Lc,Mag[1]
a    A.Pendahuluan
IPNU/IPPNU telah bertahan di Indonesia lebih dari 50 tahun. Artinya, IPNU/IPPNU telah menjadi bagian dari kebudayaan Indonesia. IPNU/IPPNU sebagai budaya mampu lestari karena ia mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok tertentu para anggotanya. Sampai berapa jauh suatu kebudayaan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan, itulah yang akhirnya menentukan suksesnya. Sebaliknya, “sukses” IPNU/IPPNU diukur dengan nilai-nilai kebudayaan itu sendiri dan bukan dengan sesuatu dari luar. Lantas seberapa jauh militansi anggota IPNU/IPPNU terhadap kebudayaannya tergantung proses penumbuhan kebudayaan tersebut.
Cerita sukses orang Indonesia saat ini tidak bisa dilepaskan dari seseorang/kelompok yang pernah berproses di IPNU/IPPNU, baik di bidang usaha, akademik, birokrasi, politik, ekonomi, sosial, termasuk pendidikan. Mereka terbentuk dengan latar aktivitas yang beragam dari periode kepemimpinan IPNU/IPPNU yang juga berbeda. Setiap periode kepengurusan IPNU/IPPNU telah melahirkan anak bangsa yang mempunyai corak dan kecenderungan pilihan hidup yang beragam. Gejala sosial ini tentu tidak lepas dari warna aktifitas yang dominan di lingkungannya.
Di masa yang akan datang kita tentu tidak menginginkan menjadi subkultur yang tertinggal di tengah dinamika kehidupan yang sangat dinamis. Bagaimanakah peta kehidupan Indonesia di masa depan? Bagaimanakah kondisi Indonesia di percaturan dunia? Apakah yang perlu dilakukan IPNU/IPPNU?
B. Realitas Kepemimpinan IPNU/IPPNU
Pertama kali yang terpenting, IPNU-IPPNU harus kembali pada habitat, fitrah dan identitasnya sebagai organisasi yang bergerak di bidang keilmuan, pengabdian dan latihan kepemimpinan untuk masa depan. Inilah habitat IPNU-IPPNU yang sesungguhnya. Mengingat kembali pada Keputusan Kongres XIV IPNU-IPPNU di Asrama Haji Sukolilo Surabaya pada 18-24 Juni 2003 untuk mengembalikan IPNU-IPPNU sebagai organisasi pelajar adalah keputusan yang tepat. Oleh karenanya harus dibangun komitmen untuk menjadikan IPNU-IPPNU sebagai penunjang prestasi ilmiah.
Sebaliknya, jangan beralasan karena aktivitis IPNU-IPPNU, belajar sebagai tugas anak muda justru terkesampingkan. IPNU-IPPNU semestinya menjadi lambang prestasi keilmuan. Untuk itu tugas kita saat ini adalah bagaimana membuat IPNU-IPPNU untuk menjadi komunitas belajar (learning community) yang menunjang bagi proses pengembangan keilmuan. Karena itulah IPNU-IPPNU harus menyediakan perangkat dan sektor keilmuan.
Pengembangan-pengembangan IPNU-IPPNU tidak cukup hanya dengan menggunakan isu-isu ideologis. Jika tema-tema ideologis yang dikedepankan, maka IPNU-IPPNU hanya akan terbatas pada anak-anak NU dan semakin hari semakin menyempit. Hal ini karena tidak semua anak-anak NU masuk IPNU-IPPNU, mungkin tidak minat karena IPNU-IPPNU tidak menjanjikan apa-apa. Keilmuan dapat diklasifikasikan pada dua ranah : yaitu keilmuan disipliner dimana kader IPNU-IPPNU belajar dan sekolah; dan keilmuan keagamaan visioner.
Yang disebut terakhir berarti bagaimana agar kader-kader IPNU-IPPNU juga mewarisi cara berfikir keagamaan dan etika Nahdlatul Ulama. Tidak hanya mewarisi format organisasinya. Hal ini menjadi penting agar tidak terjadi kegagalan-kegagalan sebagaimana organisasi Islam yang hanya berbentuk format kepemimpinan, tetapi ideologinya hilang. Organisasi-organisasi model seperti inilah yang sering melahirkan koruptor. Dengan begitu, maka Islam tidak lagi bisa menjadi filter dari tindakan-tindakan a-moral. Oleh karena itu harus diupayakan bagaimana khasanah pemikiran, pengamalan agama serta tata hubungan agama dengan masyarakat dan negara yang sudah menjadi budaya keagamaan kita, terwariskan secara baik. Kita sadar hal ini tidak mudah untuk dilakukan.
Kepemimpinan dalam tubuh IPNU/IPPNU dewasa ini baik dari yang terbawah sampai yang paling atas hanya bergerak pada ranah “konservasi” (mempetahankan) budaya dan nilai-nilai organisasi yang diwarisinya dari periode sebelumnya. Kemandegan dan bahkan kemunduran ini bisa dilihat dari banyakanya kepengurusan yang vakum dan bahkan mati. Meski dibeberapa tempat ada kepengurusan tapi ibaratnya ‘ hidup segan mati tak mau’, ada kepengurusan tapi tidak ada program dan kegiatan. Hal ini dikarenakan banyak faktor : pertama, kurang tersedianya kader yang memiliki kepemimpinan yang visioner dan mampu membaca perkembangan zaman. Aritinya, paradigma kepemimpinan tersandera oleh tuntutan untuk mempertahankan tradisi tanpa mau dan mampu membuat penyegaran dan langkah-langkah inovatif-kreatif dalam menjawab perubahan dan kemajuan zaman. Kedua, budaya yang masih mengungkung organiasasi ini terutama datang dari generasi tua di tubuh NU, yang menjadikan IPNU?IPPNU tersubordinat, sehingga kurang ada keberanian untuk membuat perubahan-perubahan.
Kegagapan dalam mengantisipasi perubahan zaman yang begitu cepat dan perubahan gaya hidup dikalangan masyarakat dan pelajar membuat IPNU/IPPNU membuat upaya pengkaderan menjadi pekerjaan rumah yang berat. Pendekatan dalam pengkaderan dan perekrutan masih menggunakan metode-metode klasikal dan cenderung berjalan ditempat. Fenomena ini tidak hanya melanda IPNU-IPPNU, melainkan juga generasi Islam pada ormas yang lain.
Selain itu IPNU-IPPNU hendaknya sadar bahwa pada era sekarang orang tidak bisa ditarik melalui dogma atau paradigma. Hal ini karena kuatnya sekularisasi keadaan dan pragmatisasi masyarakat – manusia sosial serta membutuhkan ekonomi. Kalau IPNU-IPPNU merekrut anggota dengan sekedar menyodorkan nama, maka hanya anak orang NU yang terjaring. Namun kalau IPNU-IPPNU menyediakan bimbingan belajar yang berkualitas serta berprilaku moral agama yang tekun misalnya, maka akan menarik banyak kalangan pelajar dan orang tua, bahkan bukan hanya pelajar keturunan NU. Melalui pengabdian IPNU-IPPNU akan besar dan sebaliknya dengan kristalisasi dan kontradiksi sosial, IPNU-IPPNU akan semakin kecil. Ini adalah hukum sosiometri (gejala sosiologi yang hampir bisa dipastikan). Semua gerakan radikal tidak pernah bisa besar, karena mainstream mayoritas tidak mungkin diajak radikal. Yang mungkin adalah diperhatikan kepentingan. Karena itulah gerakan radikal akan selalu berubah menjadi gerakan militan. Dan militan pasti minoritas aktif (active minority) bukan silent majority. Kongretnya, IPNU-IPPNU sudah semestinya menyelenggarakan kegiatan-kegiatan pengabdian yang rohmatan lil alamin.
Itulah jejaring untuk merekrut kader muda terpelajar. Banyaknya anak-anak muda NU yang masuk organisasi lain, karena organisasi kepemudaan NU tidak bisa menyajikan pengabdian yang mewadahi. Pengabdian itu bisa berupa pelatihan, orientasi dan lain sebagainya. Melihat kecenderungan seperti ini kita tidak perlu marah, justru harus intropeksi untuk selanjutnya menandinginya dengan tindakan yang lebih baik. Nahdlatul Ulama selalu kalah karena gerakannya by accident, tidak ada yang diselenggarakan by design. Setiap kegiatan dilakukan hanya karena ketepatan-ketepatan. Karena itulah kegiatannya tidak memiliki frame yang jelas. Nah, kalau pengabdian sudah ada, kita mulai meningkat pada latihan kepemimpinan, akan tetapi kita tidak boleh terjebak pada salah satu alur pelatihan tapi juga diperhatihan pelatihan yang mendukung pada pengembangan skill (profesi) dan hobi.
Namun realitanya hari ini sedikit jauh dari harapan, dalam keadaan bangsa yang sedang carut-marut terkadang kita bingung seraya bertanya, di mana sesungguhnya peran IPNU/IPPNU yang katanya harapan bangsa penurus cita-cita luhur NU. Hari ini mereka seolah-olah menjadi manusia kering dalam negeri yang terpasung. Gerakannya menjadi lamban ketika berhadapan dengan “the Other”, organisasi ini tidak hanya kekeringan nalar tapi gugup bahkan kehilangan identitas. Pecahnya kemarau makna yang dirasakan beberapa tahun kebelakangan ini, belum juga di hujani oleh gagasan segar yang menghentakkan kebekuan. Para kader ini seolah-olah telah kehilangan panduan dalam berbangsa, berkelompok bahkan beragama. Mereka hanya bermain dalam pusaran kehidupan yang di konstruksi oleh orang lain. Satu sisi mereka di harapkan bisa mengubah lingkungan, namun naifnya mereka juga ikut larut dalam lingkungan itu.
C. Rekonstruksi kepemimpinan IPNU/IPPNU
Latihan kepemimpinan ini tidak cukup dengan orientasi kepemimpinan. MAKESTA, LAKMUD, LAKUT dan lain-lain adalah orientasi kepemimpinan, belum menjadi pelatihan kepemimpinan. Setiap pemimpin dicetak melalui latihan. Pelatihan yang dimaksud bisa berarti pelatihan formal yang difasilitasi oleh fasilitator, namun yang jauh lebih penting adalah latihan langsung dengan peran-peran alamiah. Orientasi kepemimpinan tetap diperlukan, tetapi peluang untuk beraksi dengan belajar di lapangan sebagai pemimpin juga harus disediakan. Namun kepemimpinan ini jangan dibatasi pada kepemimpinan NU dan kepemimpinan politik, tapi juga kepemimpinan sosial pada gerakan disipliner atau interdisipliner sesuai dengan habitat keilmuannya masing-masing. Tidak mungkin kader IPNU-IPPNU yang sedemikian banyak akan menjadi pemimpin NU semua. Hal ini bisa dijembatani dengan memberi peluang pada kader IPNU-IPPNU untuk ditempatkan pada kepengurusan NU maupun lembaga-lembaganya di setiap tingkatan, baik cabang, MWC dan ranting. Peluang ini sudah semestinya diberikan sebagai wahana belajar kepemimpinan yang tidak lagi orientatif, melainkan sudah bersifat aksi. Tidak hanya itu, latihan aksi kepemimpinan ini juga bisa dilakukan dalam kepengurusan partai politik. Hal ini menjadi agenda penting karena IPNU-IPPNU adalah “anak” NU yang paling memungkinkan untuk ditata.
Berbeda dengan G.P Ansor yang berangggotakan massa yang sudah tidak lagi berada pada satu level kepemimpinan yang seragam dan level pengetahuan dan pemikiran yang setingkat. Sebagaimana NU, GP Ansor sudah berhadapan dengan real community (Masyarakat riil) yang hitrogen. Sedangkan IPNU-IPPNU terdiri dari kader yang relatif homogen dalam level pemikiran. Dengan level tertentu ini maka IPNU-IPPNU dapat dibentuk untuk melakukan sikap yang sama terhadap sebuah fenomena. Kepemimpinan IPNU-IPPNU yang dimaksud diatas mungkin bisa dalam ranah politik atau dalam ranah disipliner. Jika kita memiliki ketrampilan tertentu dan berada di tempat tertentu, dengan didukung oleh jiwa kepemimpinan, maka kita dapat memimpin di tempat kita masing-masing. Kita tidak saatnya memaksakan diri untuk ngumpul semua di NU atau di partai politik. Karena kekuatan partai adalah kekuatan formalistik, sementara kekuatan masyarakat adalah kekuatan substansialistik. Dengan demikian IPNU-IPPNU akan mempunyai prospek masa depan atau tidak tergantung pada orang lain, melainkan tergantung pada kita. Tugas besar kepemimpinan IPNU-IPPNU saat ini adalah mencari kembali formulasi gerakan untuk mengembangkan organisasi setelah menentukan pilihan untuk “kembali ke pelajar”.
Paradigma kepemimpinan IPNU/IPPNU seharusnyamemiliki basic karakter dari Aswaja an-Nahdliyyah, ada lima pilar kepribadian, yaitu (1) tawassuth (moderat) dalam menyikapi berbagai persoalan. Maka kader NU tidak tidak bersikap ekstrim, baik ekstrim kiri atau ekstrim kanan, (2) tasamuh (toleran), dapat hidup berdampingan secara damai dengan pihak lain, (3) ishlah (reformatif), yaitu mengupayakan perbaikan menuju arah yang lebih baik, (4) tathowwur (dinamis), yaitu selalu melakukan kontekstualisasi dalam merespon berbagai persoalan dan tantangan, lebih-lebih di era global, dan (5) manhajy (metodologis), yaitu selalu menggunakan kerangka berfikir yang mengacu kepada manhaj yang telah ditetapkan oleh ulama. Dengan bekal nilai-nilai inilah seharusnya kepemimpinan IPNU/IPPNU harus mampu bebrbuat lebih banyak dan tidak hanya sebagai agen-agen konservasi semata, tapi juga menjadi agen perubahan dan pencerahan.Hal ini bisa dilakukan dengan penguatan kelembagaan dan penataan infrastruktur organisasi secara terarah dan berkelanjutan
D.Karakter Pemimpin dan Manager
Masih banyak dimensi pemhaman mengenai Leader atau Pemimpin dan Manager atau Manajer yang berbeda, tergantung sudut pandang dan latar belakang keilmuannya. Lihat pula Management untuk telaah kritis. Perbedaan ini, sampai dengan tingkat tertentu tidak menjadi masalah. Namun, ketika yang menjadi obyek pembicaraan adalah organisasi yang merupakan kumpulan dua orang atau lebih dan mempunyai paling sedikit tujuan umum yang sama, maka perbedaan pemahaman itu harus dikelola dengan baik agar esensi pemahaman terhadap proses manajerial tidak begitu kabur. Sebagai contoh, pemimpin atau ketua IPNU/IPPNU mejalankan peran manajer untuk mngelola atau me-manajemen organisasi tersebut. Pemimpin keluarga menjalan fungsi manajemen keluarga.
Manager atau Manajer adalah orang sang yang “nggulo wenthah, nyrateni, dan ngupokoro” sumber-sumber organisasi dan  sumber insani dalam organisasi untuk mewujudkan tujuan organisasi secara bersama. Kata “nggulowenthah, nyrateni, dan ngupokoroi” mempunyai makna mengelola segala sesuatu dan memimpin manusia dalam organisasi dengan hati dan perasaan.
Literatur klasik manajemen sejak Harold Koontz and Cyril O’Donnell hingga James Stoner telah menegaskan bahwa manajemen adalah prosess.Secara umum ada empat fungsi manajemen, yaitu Planning, Organizing, Leading, dan Controlling. Memimpin adalah padanan Leading, yang artinya memerankan fungsi kepemimpinan atau leadership. Kemampuan untuk memimpin sebuah organisasi dalam menjalankan proses manajemen akan menjadi penanda bagi manajemen sebuah unit organisasi.
Memimpin berarti berada di depan,  memenunjukkan arah, memberi contoh, menjadi tauladan dalam proses manajemen, dan menggerakkan anggota organisasi ke arah yang dikehendaki oleh organisasi. Oleh karena itu, seorang pemimpin mempunyai sumber-sumber kekuasaan
Kosa kata  manajer mencerminkan seseorang yang  mengelola sebuah unit organisasi dimana sumber insani bekerja sama untuk menggunakan sumber-sumber organisasi guna mewujudkan paling sedikit tujuan umum yang sama. Jadi, yang dikelola adalah sumber insani ketika menggunakan sumber-sumber organisasi karena manajer tidak bisa bekerja sendiri. Itulah hakekat manajemen.
Oleh karena itu, sebenarya tidak perlu lagi untuk mempertentangkan antara Leader dan Manager ketika konteks pembicaraannya adalah manajemen organisasi. Seorang manajer pasti seorang pemimpin, yaitu pemimpin yang memimpin organisasi. Tidak bisa dibayangkan bagaimana kalau seorang manajer organiisasi bukan pemimpin organisasi itu.
Pemimpin adalah orang yang memimpin, yaitu orang yang selalau berada didepan dan inisiator, ideator, inspirator bagi insan organisasi untuk bertindak dan bekerja dalam kegiatan organisasi . Maka, dalam berbagai penjelasan mengenai manajemen dikenal empat fungsi manajemen, yaitu Leading, Organizing, Leading, dan Controlling. Artinya, fungsi  leading itu melekat dalam pemahaman fungsi-fungsi manajemen..
E.Kepemimpinan IPNU/IPPNU yang Efektif & Situasional

Sangat penting untuk dapat membedakan apa itu kepemimpinan dengan kepemimpinan yang efektif. Untuk menilai efektif tidaknya sebuah kepemimpinan diIPNU/IPPNU, kita harus melihat hasil dari kepemimpinan itu sendiri. Kriteria yang biasa dijadikan patokan sebuah kepemimpinan yang efektif adalah hasil kerjasama antar tiap unit di organisasi tersebut dan prestasi sebuah organisasi yang dipimpinnya ataupun unit bagiannya. Seorang pemimpin yang dapat dikatakan efektif tidak hanya bisa mempengaruhi bawahannya sendiri namun juga dapat memberi motivasi agar para bawahannya bekerja dengan seluruh kemampuan dan potensi yang mereka punya untuk suatu organisasi/kelompok yang ia pimpin, sehingga tercipta suasana dan budaya kerja yang positif.Banyak hal yang menentukkan kesuksesan suatu organisasi, dan salah satunya ialah kepemimpinan yang sedang berjalan dalam suatu organisasi. Ia juga dapat menetukan sukses atau tidaknya organisasi tersebut. Tentunya kepemimpinan tersebut ialah kepemimpinan yang efektif.
Kepemimpinan efektif adalah puncak dari keberhasilan seseorang dalam menjalankan tugas kepemimpinan. Semua pemimpin menginginkan agar kepemimpinan yang dijalankannya berjalan secara efektif. Namun demikian, bahwa pada dasarnya tidak ada kepemimpinan yang efektif atau tidak efektif. Namun efektivitas berkaitan dengan ketepatan seseorang dalam menerapkan kepemimpinannya dalam situasi dan kondisi tertentu. Efektif itu sendiri secara sederhana dapat diartikan sebagai “tepat guna dan tepat sasaran.”impinan Efektif dan Situasional
Efektivitas berarti berkaitan dengan efek atau akibat yang ditimbulkan. Seorang pemimpin efektif dapat diukur dari peningkatan kualitas kinerja organisasi secara keseluruhan dalam semua tahapan dalam organisasi. Tidak hanya itu, efektivitas juga menyangkut bagaimana hubungan masing-masing anggota organisasi yang pada titik tertentu banyak mempengaruhi perkembangan sebuah organisasi.Dalam konteks ini, lagi-lagi, seorang pemimpin dituntut memiliki jiwa yang kreatif dalam memahami fenomena dalam organisasi untuk kemudian mengembangkannya sesuai dengan potensi-potensi yang dimiliki organisasi secara keseluruhan. Dalam kerangka inilah, seorang pemimpin hendaknya memikirkan apa yang menjadi kebutuhan para pengikutnya. Mereka ingin mengembangkan daya kreatifnya, mereka ingin mengaktualisasikan diri dalam bentuk-bentuk pekerjaan terbaik mereka tanpa dibatasi sepanjang sesuai dengan visi dan misi organisasi
F.Metode dan Langkah Langkah Pengorganisasian

Dalam proses pengorganisasian IPNU/IPPNU agar tujuan bersama dapat dicapai secara efektif, perlu menetapkan langkah-langkah tertentu sebagai petunjuk arah pelaksanaan kegiatan organisasi.Berikut ini Metode dan langkah-langkah pengorganisasian :
Pertama, melakukan perencanaan, yaitu langkah awal penentuan jenis kegiatan yang akan dilaksanakan ke dalam bagian-bagian spesialitas unit kerja. Dalam perencanaan pembagian kerja dimaksudkan untuk menentukan apa yang hendak dikerjakan, sehingga anggota-anggota unit kerja secara dini dapat mempersiapkan langkah-langkah pasti yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam suatu perencanaan memuat beberapa sub langkah, yaitu:
Perincian dan penjelasan kegiatan yang diperlukan dalam proses kerja pencapaian tujuan organisasi;
Menetapkan alasan-alasan kegiatan dan relevansinya dengan tujuan yang hendak dicapai;
Menetapkan lokasi, dan bahan-bahan perlengkapan kerja untuk menunjang percepatan dan kualitas kerja agar tujuan dapat dicapai secara efektif;
Menetapkan standar waktu pekerjaan agar dapat diselesaikan tepat waktu;
Menetapkan bidang spesialisasi dan pengalaman kerja para anggota organisasi;
Penjelasan tentang teknis pelaksanaan kegiatan.
Pada akhirnya perencanaan harus dibuat cukup luas yang mencakup semua tindakan yang diperlukan, sehingga dengan demikian koordinasi dari aktivitas-aktivitas unit kerja dapat terjamin dan terhindar dari hambatan-hambatan secara teknis. Seluruh 3 perencanaan ditujukan agar anggota IPNU/IPPNU memperoleh gambaran yang jelas tentang kegiatan yang harus dilakukan, sehingga usaha pencapaian tujuan dapat berjalan secara efektif.
Kedua, dilakukan penetapan tujuan organisasi, yaitu kepastian tujuan yang digariskan oleh anggaran dasar dan anggaran rumah tangga IPNU/IPPNU secara realistis, sehingga dapat mempermudah anggota organisasi untuk memahami pekerjaan sesuai dengan spesialisasi keahliannya. Langkah ini dimaksudkan agar anggota kelompok dapat lebih dinamis dan kreatif dalam menjalankan tugas-tugas yang memang telah menjadi tanggungjawabnya, tanpa ada unsur paksaan.
Untuk memudahkan penetapan tujuan organisasi dan terhindar dari berbagai kesulitan, terutama mencari keseimbangan beban kerja, keahlian dan idealisme harapan-harapan organisasi IPNU/IPPNU, maka perlu kemampuan untuk memilih tujuan yang mendasar dari tujuan-tujuan yang ada. Tujuan yang merupakan tujuan pokok yang benar-benar berkaitan erat dengan pangkal tolak kelangsungan hidup suatu organisasi..
Ketiga, mencatat kekuatan dan kelemahan metode penetapan tujuan organisasi IPNU/IPPNU sebagai acuan koreksi penentuan langkah-langkah penetapan tujuan berikutnya. Langkah ini merupakan potensi manajerial dalam rangka menjamin kelangsungan upaya peningkatan efektifitas pencapaian tujuan organisasi. Kekuatan dan kelemahan yang perlu diperhitungkan adalah kemampuan keuangan, keahlian tenaga kerja, bahan dan alat-alat, dan sebagainya. Di samping itu juga perlu memperhatikan kelemahan-kelemahan mana yang dapat menghambat usaha pencapaian tujuan, sehingga hal itu dapat dikoreksi dan diatasi sejak dini.
Keempat, merumuskan tujuan organisasi, yaitu usaha pembauran atau penghimpunan terhadap berbagai tujuan, baik yang bersifat pribadi, kelompok maupun yang bersifat kepentingan umum. Untuk merumuskan tujuan ini perlu mempertimbangkan berbagai kekuatan yang ada dan yang terlibat dalam organisasi IPNU/IPPNU. Hal ini diharapkan agar tujuan-tujuan yang telah ditetapkan itu dapat dicapai dengan hasil yang memuaskan berbagai pihak. Dalam perumusan tujuan ini perlu diperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
Melibatkan individu-individu yang bertanggungjawab telah ditetapkan secara operasional dalam perumusan tujuan organisasian;
Ketua umum ditetapkan sebagai orang yang paling bertanggungjawab dalam pendelegasian tugas kepada tingkatan yang paling bawah sehubungan dengan operasi pencapaian tujuan organisasi;
Tujuan harus realistik dan diselaraskan dengan lingkungan, baik internal maupun eksternal, baik sekarang maupun yang akan datang;
Tujuan harus jelas, beralasan dan bersifat menantang para anggota organisasi;
Tujuan-tujuan umum hendaknya dinyatakan secara sederhana agar mudah dipahami dan diingat oleh para pelaksana operasional;
Tujuan bidang fungsional organisasi harus konsisten dengan tujuan umum;
Ketua umum harus selalu meninjau kembali tujuan yang telah ditetapkan, dan bila perlu mengubah dan memperbaikinya sesuai dengan perkembangan tuntutan lingkungan.
Kelima, pembagian kerja, yaitu suatu proses pembagian kerja atau pengaturan kerja bersama dari para anggota suatu organisasi. Pembangian kerja dalam suatu organisasi adalah mutlak, agar tidak terjadi crossing, doubleres, dan overlapping, sehingga nampak jelas batasan tugas, wewenang dan tanggungjawab masing-masing. Pembagian kerja yang baik merupakan kunci bagi efektivitas penyelenggaraan kerja, terutama dalam memberikan jaminan terhadap stabilitas, kelancaran dan efisiensi kerja.
Keenam, pendelegasian wewenang, yaitu suatu proses pembagian tugas/kerja, pengelompokan tugas/kerja seorang manajer sedemikian rupa, sehingga ia hanya mengerjakan sebagian kecil saja pekerjaan yang tidak dapat diserahkan pada bawahannya. Sedangkan sebagian besar pekerjaan-pekerjaan lainnya yang sesuai dengan bidang bawahannya dapat diserahkan untuk dilaksanakan dengan pemberian
tanggungjawab sepenuhnya. Kepemimpinan seorang dapat dikatakan efektif, apabila ia mempunyai kemampuan untuk melakukan pendelegasian wewenang secara tepat. Dalam pendelegasian wewenang seorang manajer kepada bawahannya bukanlah hak mutlak, akan tetapi sebagian besar tanggungjawab masih ada pada pihak pemberi wewenang. Seorang manajer sebagai pemberi wewenang tetap bertanggungjawab dan berkewajiban untuk memperhatikan serta mengawasi pelaksanaan pekerjaan para bawahannya, terutama dalam hal menilai pelaksanaan tugas yang didelegasikan itu.
Ketujuh, rentang pengawasan (span of supervision/span of authority), yaitu hubungan pengawasan yang dilakukan oleh ketua umum. Rentang pengawasan berkaitan dengan batas jumlah bawahan yang dapat diawasi secara efektif oleh ketua umum. Semakin besar jumlah rentang pengawasan yang ditangani, maka semakin kecil efektivitas koordinasi yang dapat dilakukan terhadap bawahannya. Semakin besar jumlah bawahannya, maka semakin sulit untuk melakukan pengawasan secara cermat dan efektif. Untuk mempermudah seorang pemimpin untuk mengawasi seluruh organisasinya, maka ia perlu melakukan pendelegasian wewenang terhadap anggotanya yang dianggap mampu untuk membantunya dalam proses pengawasan tersebut.
G.Kesimpulan
Agenda kaderisasi yang diselenggarakan oleh IPNU/IPPNU dapat berjalan dengan lebih optimal, efektif dan berkualitas untuk menjamin keberlangsungan regenerasi di masa mendatang Pertama terumuskannya Sistem Kaderisasi IPNU/IPPNU yang dapat dijadikan sebagai referensi dan pedoman pelaksanaan kaderisasi dan kedua, terumuskannya rencana aksi bidang kaderisasi secara dalam rangka merevitalisasi gerakan kaderisasi IPNU/IPPNU. Visi besar IPNU-IPPNU kedepan bahwa ada 3 hal yang sebenarnya harus menjadi bidikan utama dari ruang gerak IPNU-IPPNU, yaitu visi kepelajaran, visi sosial kebangsaan dan visi keislaman.
Latihan kepemimpinan tidak saja hanya sebatas wacana dan teori akan tatapi merupkan proses alamiah,dan berkesinambungan melalui trial and error dalam membentuk calon-calon pemimpin IPNU/IPPNU pada khususnya, masyarakat, NU dan bangsa pada umumnya. Kepemimpinan yang diharapkan adalah kepemimpinan yang amanah, visioner, inovatif, kreatif yang mampu mempertahankan nilai-nilai, melestarikan dan juga mengembangkannya sesuai dengan perkembangan dan tantangan zaman
PR. IPNU - IPPNU Sudimoro di 21.44
Berbagi

Stream



Beranda
Lihat versi web
Mengenai Saya

Foto Saya
PR. IPNU - IPPNU Sudimoro
Ikuti
Lihat profil lengkapku
Diberdayakan oleh Blogger.

Demokrasi


blogspot.com
Dioptimalkan 12 menit yang lalu
Lihat yang asliSegarkan

demokrasi pancasila indonesia




Selamat Datang Di Blog Kompi Males
Terima kasih atas kunjungan Anda di blog Kompi Males,
semoga apa yang saya share di sini bisa bermanfaat dan memberikan motivasi pada kita semua
untuk terus berkarya dan berbuat sesuatu yang bisa berguna untuk orang banyak.


Home demokrasi demokrasi pancasila Pengertian Demokrasi, Macam, dan Sejarah
PENGERTIAN DEMOKRASI, MACAM, DAN SEJARAH
JUAN DYNASH ON DEMOKRASI, DEMOKRASI PANCASILA ON 7:46 PM
Kali ini Blog Demokrasi Pancasila akan membahas tentang Demokrasi di Indonesia. Fokus pembahasan antara lain: Pengertian Demokrasi, Budaya Demokrasi Pendidikan,, Sejarah dan Perkembangan Demokrasi di Indonesia, serta Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia.
Pengertian Demokrasi

Demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu "Demos" yang berarti rakyat dan kratos yang berarti kekuasaan. Secara bahasa Demokrasi adalah kekuasaan yang berada ditangan rakyat(pemerintahan rakyat). Maksud dari pemerintahan rakyat adalah pemegang kekuasaan tertinggi dipenggang oleh rakyat. Jadi demokrasi adalah sebuah bentuk sistem pemerintahan dalam rangka mewujudkan kedaulatan rakyat yang dijalankan oleh pemerintah.
Pegertian Demokrasi menurut Ahli
pengertian demokrasi definisi

Budaya Demokrasi

Kata budaya berasal dari kata budi/akal dan daya/kemampuan maka budaya adalah kemampuan akal manusia. Secara bahasa budaya demokrasi berarti kemampuan akal manusia tentang berdemokrasi.
Pengertian Budaya Demokrasi dapat dilihat dari tiga sudut. Yang pertama adalah budaya demokrasi formal, yaitu suatu sistem pemerintahan yg hanya dilihat dari ada atau tidaknya lembaga politik demokrasi seperti perwakilan rakyat .
Yang kedua adalah budaya demokrasi wajah(permukaan), yaitu demokrasi yang hanya tampak dari luar, sedangkan di dalamnya tidak ada sama sekali unsur demokrasi.
Yang ketiga demokrasi substantif, yaitu demokrasi yang memberikan kesempatan(hak suara) untuk menentukan kebijakan kepada seluruh golongan masyarakat tanpa memandang kedudukan atau apapun dengan tujuan menjalankan agenda kerakyatan.
Budaya Demokrasi pada intinya adalah budaya yang menomorsatukan kepentingan masyarakat dalam pembuatan keputusan mengenai kebijakan negara.
Kelebihan dan Kekurangan Budaya Demokrasi
Kelebihan
+ Demokrasi memberi kesempatan untuk perubahan di tubuh pemerintahan tanpa menggunakan kekerasan.
+ Adanya pemindahan kekuasaan yang dapat dilakukan melalui pemilihan umum
+ Sistem demokrasi mencegah adanya monopoli kekuasaan
+ Dalam budaya demokrasi, pemerintah yang terpilih melalui pemilu akan memiliki rasa berutang karena      rakyat yang memilihnya, oleh karena itu hal ini akan menimbulkan pemicu untuk bekerja sebaik-baiknya  untuk rakyat
+ Masyarakat diberi kebebasan untuk berpartisipasi yang menimbulkan rasa memiliki terhadap negara.
Kekurangan
- Masyarakat bisa salah dalam memilih dikarenakan isu-isu politik
- Fokus pemerintah akan berkurang ketika menjelang pemilu masa berikutnya
- Massa dapat memengaruhi orang

Pendidikan Demokrasi
Pendidikan demokrasi diartikan sebagai upaya sistematis yang dilakukan Negara dan masyarakat untuk memfasilitasi individu warga negaranya agar memahami, meghayati, megamall kan dan mengembangkan konsep, prinsip dan nilai demokrasi sesuai dengan status dan peran nya dalam masyarakat ( winataputra, 2006 : 12)

Demokrasi memang tidak diwarisi , tetapi ditangkap dan dicerna melalui proses belajar oleh karena itu untuk memahaminya diperlukan suatu proses pendidikan demokrasi. Pendidikan demokrasi dalam nerbagai konteks, dalam hal ini untuk pendidikan formal ( disekolah dan perguruan tinggi), non formal ( pendidikan diluar sekolah dan informal ( pergaulan dirumah dan masyarakat kulturaluntuk membangun cita – cita, nilai, konsep, prinsip, sikap, dan keterampilan demokrasi dalam berbagai konteks(Winaputra,2006:19)

Jenis-jenis Demokrasi
> dilihat dari cara penyaluran aspirasi rakyat;
Demokrasi Langsung
Demokrasi langsung adalah sistem demokrasi yang memberikan kesempatan kepada seluruh warga negaranya dalam permusyawaratan saat menentukan arah kebijakan umum dari negara atau undang-undang. Bisa dikatakan demokrasi langsung adalah demokrasi yang bersih karena rakyat diberikan hak mutlak untuk memberikan aspirasinya.
Demokrasi Tidak Langsung
Demokrasi tidak langsung adalah sistem demokrasi yang dijalankan menggunakan sistem perwakilan.
> dilihat dari dasar yang dijadikan prioritas atau titik perhatian;
Demokrasi Material
Demokrasi Formal
Demokrasi Campuran
> dilihat dari prinsip ideologi;
Demokrasi Rakyat
Demokrasi rakyat(proletar) adalah sistem demokrasi yang tidak mengenal kelas sosial dalam kehidupan. Tidak ada pengakuan hak milik pribadi tanpa ada paksaan atau penindasan tetapi untuk mencapai masyarakat yang dicita-citakan tersebut dilakukan dengan cara kekerasan atau paksa atau dengan kata lain negara adalah alat untuk mencapai cita-cita kepentingan kolektif.  Demokrasi rakyat merupakan demokrasi yang berdasarkan paham marxisme atau komunisme. 
Demokrasi Konstitusional
Demokrasi konstitusional adalah demokrasi yang dilandaskan kebebasan setiap orang atau manusia sebagai makhluk sosial. Hobbe, Lockdan Rousseaue mengemukakan pemikirannya tentang negara demokrasi bahwa negara terbentuk disebabkan oleh benturan kepentingan hidup orang yang hidup bermasyarakat. Ini mengakibatkan terjadinya penindasan diantara mereka. Oleh sebab itu kumpulan orang tersebut membentuk komunitas yang dinamakan negara atas dasar kepentingan bersama. Akan tetapi fakta yang terjadi kemudian adalah munculnya kekuasaan berlebih atau otoriterianisme.
Hal inilah yang menjadi pemicu pemikiran baru yakni demokrasi liberal. Setiap individu dapat berpartisipasi melalui wakil yang dipilih melalui pemilihan sesuai ketentuan. Masyarakat harus dijaminan dalam hal kebebasan individual(politik, sosial, ekonomi, dan keagamaan).
> dilihat dari kewenangan dan hubungan antara alat kelengkapan negara;
Demokrasi Sistem Parlementer
Indonesia pernah menerapkan demokrasi parlementer yaitu pada tahun 1945-1959. Dalam sistem demokrasi parlementer, Indonesia memiliki kepala negara dan kepala pemerintahan sendiri. Selama periode ini konstitusi yang digunakan adalah Konstitusi RIS dan UUDS 1950. BAnyak kelebihan yang dirasakan ketika Indonesia menerapkan sistem demokrasi parlementer antara lain:
1. Parlemen menjalankan peran yang sangat baik
2. Akuntabilitas pemengang jabatan tinggi
3. Partai plitik diberi kebebasan dan peluang untuk berkembang
4. Hak dasar setiap individu tidak dikurangi
5. Pemilihan umum dilaksanakan benar2 dengan prinsip demokrasi (Pemilu 1955)
6. Daerah diberikan otonomi dalam mengembangkan daerahnya sesuai dengan asas desentralisasi
Meskipun banyak sekali kelebihan yang dirasakan, demokrasi parlementer dianggap gagal karena beberapa alasan yang dikemukakan para ahli sebagai berikut:
1. Usulan Presiden(Konsepsi Presiden) tentang Pemerintahan yang berasaskan gotong-royong( berbau komunisme)
2. Dewan Konstituante yang bertugas menyusun Undang-undang(konstitusi) mengalami kegagalan dalam merumuskan ideologi nasional.
3. Dominan sekali politik aliran yang memicu konflik
4. Kondisi ekonomi pasca kemerdekaan masih belum kuat.
Demokrasi Sistem Presidensial
Sejarah Demokrasi

Kata demokrasi berasal dari Athena,Yunani Kuno sekitar abad ke-5SM. Yunani merupakan salah satu negara yang ilmu pengetahuan dan peradabannya maju pada zamannya. Dari sinilah awal perkembangan tentang hukum demokrasi modern. Seiring berjalannya waktu hingga sekitar abad ke-18 terjadilah revolusi-revolusi termasuk perkembangan demokrasi di berbagai negara. Konsep demokrasi menjadi salah satu indikator perkembangan sistem politik sebuah negara. Prinsip Trias politica yang diterapkan oleh negara demokrasi menjadi sangat utama untuk memajukan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Fakta sejarah juga memeri bukti bahwa kekuasaan eksekutif yang terlalu besar tidak menjamin dalam pembentukan masyarakat yang adil dan beradab.
Perkembangan Demokrasi di Indonesia

Konstitusi Indonesia, UUD 1945, menjelaskan bahwa Indonesia adalah sebuah negara demokrasi. Presiden dalam menjalankan kepemimpinannya harus memberikan pertanggungjawaban kepada MPR sebagai wakil rakyat. Oleh karena itu secara hierachy rakyat adalah pemegang kekuasaan tertinggi melalui sistem perwakilan dengan cara pemilihan umum. Pada era Presiden Soekarno, Indonesia sempat menganut demokrasi terpimpin tahun 1956. Indonesia juga pernah menggunakan demokrasi semu(demokrasi pancasila) pada era  Presiden Soeherto hingga tahun 1998 ketika Era Soeharto digulingkan oleh gerakan mahasiswa. Gerakan mahasiswa yang telah memakan banyak sekali harta dan nyawa dibayar dengan senyum gembira dan rasa syukur ketika Presiden Soeharto mengumumkan "berhenti sebagai Presiden Indonesua" pada 21 Mei 1998. Setelah era Seoharto berakhir Indonesia kembali menjadi negara yang benar-benar demokratis mulai saat itu.  Pemilu demokratis yang diselenggarakan tahun 1999 dimenangkan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Pada tahun 2004 untuk pertama kali Bangsa Indonesia menyelenggarakan pemilihan umum presiden. INi adalah sejarah baru dalam kehidupan demokrasi Indonesia.

Like
4
Tweet

Enter your email address to get update from Kompi Ajaib.
 
Print PDF
NEXT
Kelebihan & Kekurangan Demokrasi - Langsung dan Perwakilan
PREVIOUS
Fungsi Pemerintah Fungsi Pemerintah Fungsi Pemerintah Fungsi Pemerintah
Kelebihan & Kekurangan Demokrasi - Langsung dan Perwakilan
Fungsi Pemerintah Fungsi Pemerintah Fungsi Pemerintah Fungsi Pemerintah
Home
View web version
Copyright © 2013. demokrasi pancasila indonesia - All Rights Reserved | Template Created by Demokrasi Pancasila Proudly powered by Blogger
Home
Home

Sejarah Ipnu ippnu


wordpress.com
Baru saja dioptimalkan
Lihat yang asli

DITULIS DALAM MATERI KADERISASI

Materi Kaderisasi “Makesta”
KE-IPNU & IPPNU-AN

Oleh : Imam Fadlli *)

A. Pendahuluan

IPNU-IPPNU sebagai badan otonom Nahdlatul Ulama yang merupakan wadah kaderisasi pelajar NU sekaligus menjadi ujung tombak bagi perjuangan NU (dulu, sekarang dan pada masa akan datang). IPNU-IPPNU dituntut untuk senatiasa meningkatkan dan mengembangkan peran dan fungsinya sebagai pelaksana kebijakan dan program NU, yang berkaitan dengan kelompok masyarakat, pelajar, santri, mahasiswa sebagai basis keanggotaan IPNU-IPPNU.

Realitas perjalanan IPNU-IPPNU sejak kelahirannya sangat dipengaruhi oleh kondisi dan situasi bangsa dalam aspek kehidupan, maka untuk rekan dan rekanita sebagai kader mudanya NU dan generasi bangsa/negara dan agama harus sesadar-sadarnya akan tugas dan tanggung jawab bersama.

B. Latar Belakang Berdirinya IPNU-IPPNU

üFaktor Ideologis, mayoritas penduduk Indonesia beragama islam yang berhaluan ahlussunnah wal jama’ah, maka perlu pelestarian dan pengamalan yang mutlak

üFaktor Pedagogis, banyaknya organ organisasi yang bermunculan di daerah yang pada hakikatnya mempunyai visi, misi, program serta orientasinya yang sama dilingkungan Nahdlatul Ulama, sehingga perlu dipersatukan.

üFaktor Sosiologis, karena adanya tujuan serta rasa kesadaran dan keihlasan akan pentingya suatu wadah pembinaan bagi generasi penerus untuk memperjuangkan cita-cita ulama dan bangsa Indonesia.

üFaktor Politis, yaitu Nahdlatul Ulama sebagai partai politik, sehingga untuk memenangkan PEMILU pada tahun 1955 maka perlu wadah disemua tingkatan.

Dari keempat latar belakang tersebut, maka pada momen konferensi besar LP. Ma’arif NU atau tepatnya pada tanggal 20 Jumadil Akhir 1373 H./24 Februari 1954 M. di Semarang (Jawa Tengah) berdirilah IPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama) yang dirintis oleh Tholhah mansur, Abdul Ghoni Farida, M. Sufyan Kholil dan Mustahal Ahmad.

Kemudian selang satu tahun berikutnyaberdirilah IPPNU (Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama) pada tanggal 03 Maret 1955 di Solo yang dirintis oleh Umroh Tholhah Mansur, Zanifah dan Mahmudah.

Sejak berdirinya sampai tahun 1966, IPNU-IPPNU menjadi bagian dari LP. Ma’arif NU, tetapi setelah adanya kongres IPNU VI dan IPPNU V tahun 1966 di Surabaya diputuskan menjadi Badan Otonom Nahdlatul Ulama dan sekaligus secara resmi memindahkan pusat organisasi dari Yogyakarta ke Ibukota Negara di Jakarta.

C. Perjalanan IPNU-IPPNU dari Kongres ke Kongres

a.Kongres I IPNU tanggal 28 Februari-3 Maret 1955 di Solo menghasilkan :

1.Deklarasi berdirinya Ikatan pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU)

2.Penataan pelajar sesuai dengan situasi

3.Bersama LP. Ma’arif NU membina sekolah dan madrasah

4.Mempersiapkan terbentuknya Cabang dan Wilayah

5.Memilih ketua pertama

b.Kongres I IPPNU tanggal 16-19 Januari 1956 di Solo menghasilkan :

1.Kebijakan bersama IPNU

2.Memilih ketua pertama

c.Kongres II IPNU tanggal 1-4 Januari 1957 di Pekalongan menghasilkan :

1.Pembentukan wilayah-wilayah

2.Mengkaji keterkaitan dengan LP. Ma’arif NU

3.Berpartisipasi dalam pembelaan negara

4.Mempersiapkan departemen kemahasiswaan

5.Tidak membenarkan integrasi IPNU-IPPNU menjadi satu wadah

6.Ketua terpilih tetap seperti semula (Umroh Mansur)

d.Kongres IPNU III IPPNU II tanggal 27-31 Desember 1958 menghasilkan :

1.Mendirikan departemen perguruan tinggi

2.Mempersiapkan pembentukan cabang-cabang

3.Mempersiapkan pembentukan Corp Brigade Pembangunan

e.Kongres IPNU V IPPNU IV bulan Juli 1965 di Purwokerto menghasilkan :

1.Deklarasi berdirinya Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)

2.Rekomendasi kepada pemerintah RI, mengusulkan agar KH. Hasyim Asyari sebagai pahlawan Nasional

3.Terbentuknya Corp Brigade Pembangunan (CBP)

4.Berkembangnya olahraga dan seni

f.Kongres IPNU VI IPPNU V tanggal 20-22 Agustus 1966 di Surabaya menghasilkan :

1.Deklarasi IPNU-IPPNU sebagai Badan Otonom Nahdlatul Ulama

2.Memindah pusat organisasi dari Yogyakarta ke Jakarta

3.Berpartisipasi aktif dalam memberantas G 30 S PKI

g.Kongres IPNU IX IPPNU VIII tanggal 21-24 Juni 1981 di Cirebon menghasilkan :

1.Menyatakan bahwa perkembangan IPNU-IPPNU semakin menurun karena berlakunya UU RI nomor 8/1985 tentang Ormas dan UU RI Nomor 5/1985 tentang Parpol dan Golkar.

h.Kongres IPNU X IPPNU IX tanggal 29-31 Januari 1988 menghasilkan :

1.Penerimaan Pancasila sebagai asas tunggal organisasi.

2.Deklarasi Perubahan nama IPNU (Ikatan Putra Nahdlatul Ulama) dan IPPNU (Ikatan Putri-Putri Nahdlatul Ulama)

i.Kongres IPNU XIII IPPNU XII bulan Maret 2000 di Makassarmenghasilkan :

1.Mengembalikan IPNU-IPPNU ke basis pelajar dan santri

2.Mengaktifkan kembali CBP (Corp Brigade Pembangunan)

j.Kongres IPNU XIV IPPNU XIII tanggal 18-24 Juni 2003 di Surabaya menghasilkan :

1.Perubahan kembali akronim “P” menjadi “Pelajar” sehingga sehingga IPNU singkatan dari Ikatan pelajar nahdlatul Ulama dan IPPNU singkatan dari Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama.

2.Ketua terpilih adalah rekan Mujtahidurridlo (IPNU) dan Rekanita Siti Soraya Devi (IPPNU).

3.Terbentuknya Korp Kepanduan Putri bagi IPPNU

k.Kongres IPNU XV IPPNU XIV tanggal 09-12 Juli 2006 di Jakarta menghasilkan :

1.Mempertegas MoU antara PP. IPNU-IPPNU dengan LP. Ma’arif NU tentang pendirian Pimpinan Komisariat di sekolah-sekolah secara structural.

2.Merubah nama Citra Diri IPNU menjadi Prinsip Perjuangan IPNU (P2IPNU)

3.Memilih Ketua Umum PP. IPNU yaitu rekan Idy Muzayyad dan Ketua Umum PP. IPPNU yaitu rekanita Wafa Patria Ummah.

D. Peraturan Dasar (PD) & Peraturan Rumah Tangga (PRT) IPNU-IPPNU

Secara garis besar dapat digambarkan tentang PD/PRT IPNU-IPPNU sebagai berikut :

Azas, dalam kehidupan berbagsa dan bernegara IPNU-IPPNU berpedoman pada ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh khidmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indoensia.
Aqidah, IPNU-IPPNU beraqidah islammenurut faham ahlussunnah wal jama’ah dengan mengikuti salah satu madzhab 4 (Hanafi, Maliki, Syaf’I, Hambali).
Sifat, IPNU-IPPNU adalah organisasi yang bersifat keterpelajaran, keilmuan, kemasyarakatan, dan sosial keagamaan.
Fungsi, IPNU-IPPNU berfungsi :
1.Wadah berhimpun pelajar dan santri NU untuk melanjutkan semangat, jiwa dan nilai-nilai Nahdliyah.

2.Wadah komunikasi pelajar dan santri NU untuk menggalang ukhuwah islamiyah dan nahdliyah.

3.Wadah aktualisasi pelajar dan santri NU dalam pelaksanaan dan pengembangan syariat islam.

4.Wadah kaderisasi pelajar dan santri NU untuk memepersiapkan kader bangsa.

*) Ketua PC. IPNU Kab. Lamongan

2008-2010

Telp. (0322) 322923/ 085646450703

Selamat Belajar, Berjuang & Bertaqwa

Oktober 15, 2008 6 Replies
Halaman

About
Album Menuju Puncak
CV
Galery
APRIL 2016
S S R K J S M
« Des
1 2 3
4 5 6 7 8 9 10
11 12 13 14 15 16 17
18 19 20 21 22 23 24
25 26 27 28 29 30
Arsip

Desember 2008
Oktober 2008
Blogroll

FISIP UNISDA
Gus Dur
PBNU
PC. IPNU-IPPNU Kab. Lamongan
Pimpinan Pusat IPNU
PP. Lakpesdam NU
WordPress.com
WordPress.org
Meta

Mendaftar
Masuk log
RSS Entri
RSS Komentar
WordPress.com
Pos-pos Terakhir

Amalan, Hizib dan Azimat
SEJARAH SUSUNAN KEYBOARD QWERTY
TIPS DAN ETIKA BEREMAIL
Kurban Berupa Uang
SUMPAH PEMUDA
Kategori

aITi
Goresan Pena
Info
Kuliah
Materi Kaderisasi
Tulisan Tokoh
Ubudiyyah
Komentar Terakhir

avee di Materi Kaderisasi “Makes…
TEGUH B.N. di Materi Kaderisasi “Makes…
aya di Materi Kaderisasi “Makes…
MOCH. LUKMAN di Materi Kaderisasi “Makes…
ubed di Semangat…..!
Flickr Photos

Plaza de España

Norwegian midnight dream

Would you like Ice with that?

Lebih Banyak Foto
Klik tertinggi

Tidak ada
Blog Stats

12,670 hits
View Full Site

Blog di WordPress.com.
Skip to primary content
Beranda
About
Album Menuju Puncak
CV
Galery

Ke Nu an


blogspot.com
Baru saja dioptimalkan
Lihat yang asli
MWC-NU SUMBANG


AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH DAN KE-NU-AN
PAHAM AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH DAN KE-NU-AN

1. Paham (Madzhab) Ahlussunnah Wal Jama’ah

Ahlussunnah wal Jama’ah merupakan akumulasi pemikiran keagamaan dalam berbagai bidang yang dihasilkan para ulama untuk menjawab persoalan yang muncul pada zaman tertentu. Karenanya, proses terbentuknya Ahlussunnah wal Jama’ah sebagai suatu paham atau madzhab membutuhkan jangka waktu yang panjang. Seperti diketahui, fikih atau tasawwuf terbentuk tidak dalam satu masa, tetapi muncul bertahap dan dalam waktu yang berbeda.

Madzhab adalah metode memahami ajaran agama. Di dalam islam ada beberapa macam madzhab, diantaranya madzhab politik, seperti Khawarij, Syi’ah, dan Ahlus Sunnah; madzab kalam, contoh terpentingnya adalah Mu’tazilah, Asy’ariyah dan Maturidiyah; dan madzhab fikih, misal yang utama adalah Malikiyah, Syafi’yah, Hanafiyah, dan Hambaliyah, bias juga ditambah dengan Syi’ah, Zhahiriyah dan Ibadiyah (Al-Mausu’ah Al-Arabiyah Al-Muyassarah, 1965:97).

Istilah Ahlussunnah wal Jama’ah terdiri dari tiga kata, “Ahlun”, “As-Sunnah”, dan “Al-Jama’ah”. Ketiga-tiganya merupakan satu kesatuan, bukan sesuatau yang terpisah-pisah.

a. Arti Kata Ahlun

Dalam kitab Al-Munjid fil-Lughah wal A’lam, kata “Ahl” mengandung dua makna, yakni selain makna keluarga dan kerabat, “Ahl” juga bisa berarti pemeluk aliran atau pengikut madzhab. Jika dikaitkan dengan aliran atau madzhab sebagaimana tercantum dalam Al-Qamus Al-Muhith.

Adapun dalam Al-Qur’an sendiri, sekurang-kurangnya ada tiga makna dari “Ahl”:
• Pertama; “Ahl” berarti keluarga, sebagaiman firman Allah QS. Hud ayat 45: "Ya Tuhanku, Sesungguhnya anakku Termasuk keluargaku.” Juga dalam QS. Thahaa ayat 132: ”Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. ”
• Kedua; ”Ahl” , berarti penduduk, seperti dalam firman Allah QS. Al-A’raf ayat 96: “Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”
• Ketiga; “Ahl” berarti orang yang memiliki sesuatu disiplin ilmu; (Ahli Sejarah, Ahli Kimia). Sebagaimana Allah berfirman QS. An-Nahl ayat 43: “Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan (yakni orang-orang yang mempunyai pengetahuan tentang Nabi dan kitab-kitab) jika kamu tidak mengetahui.”

b. Arti Kata As-Sunnah

Menurut Abul Baqa’ dalam kitab Kulliyat, secara bahasa, “As-Sunnah” berarti jalan, sekalipun jalan itu tidak disukai. Arti lainnya, Ath-Thariqah, Al-Hadits, As-Sirah, At-Tabi’ah dan Asy-Syari’ah. Yakni, jalan atau sistem atau cara atau tradisi yang disukai dan dijalani dalam agama, sebagaimana dipraktekkan Rasulullah saw, baik perkataan, perbuatan, pengakuan maupun keinginan dan cita-cita beliau.

Maka dalam hal ini As-Sunnah dibagi menjadi 3 atau 4 macam. Pertama; As-Sunnah Al-Qauliyah, yaitu sunnah Nabi yang berupa perkataan atau ucapan yang keluar dari lisan Rasulullah saw. Kedua As-Sunnah Al-Fi’liyyah, yaitu sunnah Nabi yang berupa perbuatan atau pekerjaan Rasulullah saw. Ketiga; As-Sunnah At-Taqriryah, yakni segala perkataan dan perbuatan para sahabat yang didengar dan diketahui Rasulullah saw, kemudian beliau mendiamkan sebagai tanda menyetujuinya. Lebih jauh lagi,As-Sunnah juga memasukkan perbuatan, fatwa dan tradisi para sahabat Nabi (Atsarus Shahabah). Dan yang ke-empatnya; As-Sunnah Al-Hammiyah, yakni keinginan Rasulullah saw untuk melakukan suatu amalan tetapi belum sampai melaksanakannya beliau telah wafat, seperti puasa sunnah 10 Muharram.

c. Arti Kata Jama’ah

Menurut kamus Al-Munjid, kata “Al-Jama’ah” berarti segala sesuatu yang terdiri dari tiga atau lebih. Dalam Al-Mu’jam Al-Wasith, “Al-Jama’ah” adalah sekumpulan orang yang memiliki tujuan. Adapun pengertian “Al-Jama’ah” secara syari’ah ialah kelompok mayoritas dalam golongan islam.

Dari pengertian etimoligis di atas, maka makna Ahlussunnah wal Jama’ah dalam sejarah islam adalah golongan terbesar umat islam yang mengikuti system pemahaman islam, baik dalam tauhid dan fikih dengan mengutamakan Al-Qur’an dan Hadits daripada dalil akal. Hal itu sebagaimana tercantum dalam sunnah Rasulullah saw dan sunnah (atsar) Khulafa’urrasyidin ra. Istilah Ahlussunnah wal Jama’ah dalam banyak hal serupa dengan istilah Ahlussunnah wal Jama’ah wal Atsar, Ahlul Hadits Wassunnah, Ahlussunnah Wal-Ashhab Al-Hadits, Ahlussunnah Wal Istiqamah, dan Ahlul Haqq Wassunnah.

Untuk menguatkan hal-hal di atas terdapat beberapa hadits yang dapat dikemukakan misalnya, dalam kitab Faidhul Qadir juz II, lalu kitabSunan Abi Daud juz IV, kitab Sunan Tirmidzi juz V, kitab Sunan Ibnu Majahjuz II dan dalam kitab Al-Milal wa Nihal juz I, secara berurutan teks dalam kitab-kitab tersebut, sebagaimana berikut :

Dari Anas ra berkata, Rasululah saw bersabda, “Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat dalam kesesatan, maka apabila kamu melihat perbedaan pendapat maka kamu ikuti golongan yang terbanyak.”

“Sesungguhnya barangsiapa yang hidup diantara kamu setelah wafatku maka ia akan melihat perselisihan-perselisihan yang banyak, maka hendaknya kamu berpegangan dengan sunnahku dan sunnah Khulafaurrasyidin yang mendapat hidayah, peganglah sunnahku dan sunnah Khulafaurrasyidin dengan kuat dan gigitlah dengan geraham.”

“Sesungguhnya Bani Israil pecah menjadi 72 golongan dan umatku akan terpecah menjadi 73 golongan, semuanya masuk neraka, kecuali satu golongan, mereka (sahabat) bertanya : Siapakah yang satu golongan itu ya Rasulullah? Rasulullah menjawab; “Mereka itu yang bersama aku dan sahabat-sahabatku.”

Dari sahabat A’uf ra berkata, Rasulullah saw bersabda, “Demi yang jiwa saya ditangan-Nya, benar-benar akan pecah umatku menjadi 73 golongan, satu masuk surga dan 72 golongan masuk neraka,” ditanyakan, siapa yang masuk surga ya Rasulullah? Beliau menjawab, “Golongan mayoritas (jama’ah).”

Dan yang dimaksud dengan golongan mayoritas adalah mereka yang sesuai dengan sunnah para sahabat.

Rasulullah saw menyampaikan, “Akan pecah umatku akan menjadi 73 golongan, yang selamat satu golongan, dan sisanya hancur.” Ditanyakan siapakah yang selamat ya Rasulullah? Beliau menjawab, “Ahlussunnah wal Jama’ah.” Ditanyakan lagi siapakah Ahlussunnah wal Jama’ah? Beliau menjawab, “Golongan yang mengikuti sunnahku dan sunnah Khulafaurrasyidin.”

2. Sejarah Berdirinya Nahdlatul Ulama (NU)

Keterbelakangan baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonesia akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul tahun 1908 tersebut dikenal dengan Kebangkitan Nasional. Semangat kebangkitan memang terus menyebar kemana-mana setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain, sebagai jawabannya muncullah berbagai organisasi pendidikan dan pembebasan.

Kalangan pesantren yang selama ini gigih melawan kolonialisme, merespon Kebangkitan Nasional tersebut dengan membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) 1916. Kemudian tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau juga dikenal dengan sebutan Nahdlatul Fikri (Kebangkitan Pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik dan keagamaan kaum santri. Dari sanalah kemudian didiririkanNahdlatut Tujjar (Pergerakan Kaum Saudagar). Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatut Tujjar itu, maka Taswirul Afkar selain tampil sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.

Ketika Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal yakni mazhab Wahabi di Makkah, serta hendak menghancurkan semua peninggalan sejarah Islam maupun pra-islam, yang selama ini banyak diziarahi karena dianggap bid’ah. Gagasan kaum wahabi tersebut mendapat sambutan hangat dari kaum modernis di Indonesia, baik kalangan Muhamadiyah di bawah Muhammad Dahlan, maupun PSII di bawah pimpinan HOS. Tjokroaminoto. Sebaliknya, kalangan pesantren yang selama ini membela keberagamaan menolak pembatasan bermadzhab dan penghancuran warisan peradaban tersebut.

Sikapnya yang berbeda, kalangan pesantren dikeluarkan dari anggota Konggres Al-Islam di Yokyakarta 1925, akibatnya kalangan pesantren juga tidak dilibatkan sebagai delegasi dalam Muktamar Alam Islami (Konggres Islam Internasional) di Makkah yang akan mengesahkan keputusan tersebut.

Didorong oleh minatnya yang gigih untuk menciptakan kebebasan bermadzhab serta peduli terhadap pelestarian warisan peradaban, maka kalangan pesantren terpaksa membuat delegasi sendiri yang dinamai dengan Komite Hejaz, yang diketuai oleh KH. Wahab Hasbullah.

Atas desakan kalangan pesanten yang terhimpun dalam kalangan hejaz, dan tantangan dari segala penjuru umat Islam di dunia, Raja Ibnu Saud mungurungkan niatnya. Hasilnya hingga saat ini di Makkah bebas dilaksanakan ibadah sesuai dengan madzhab mereka masing-masing. Itulah peran internasional kalangan pertama, yang berhasil memperjuangkan kebebasan bermadzhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah serta peradaban yang sangat berharga.

Berangkat dari komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan para kiai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (13 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh KH. Hasyim Asy’ari sebagai Rais Akbar.

Untuk menegaskan prinsip dasar organisasi ini, maka KH. Hasyim Asy’ari merumuskan Kitab Qanun Asasi (Prinsip Dasar), kemudian juga merumuskan Kitab I’tiqad Ahlussunnah wal Jama’ah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam Khiththah NU, yang dijadikan dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik (mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat).

3. Paham Keagamaan Nahdlatul Ulama (NU)

Nahdlatul Ulama (NU) menganut paham Ahlussunnah wal Jama’ah, sebagai pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli(rasionalis) dengan kaum ekstrim naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya Al-Qur’an dan Sunnah saja, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu, seperti Abu Hasan Al-’Asy’ari danAbu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fikih mengikuti empat madzhab; Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Sementara dalam bidang tasawwuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawwuf dengan syari’at.

Gagasan kembali ke khiththah pada tahun 1926, merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial. Serta merumuskan kembali hubungan NU dengan negara. Gerakan tersebut berhasil membangkitkan kembali gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU.

4. Tujuan Organisasi Nahdlatul Ulam (NU)

Menegakkan ajaran islam menurut paham Ahlussunnah wal Jama’ah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Usaha Organisasi :
1. Di bidang agama, melaksanakan dakwah islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan.
2. Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur dan berpengetahuan luas.
3. Di bidang sosial-budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang sesuai dengan nilai ke-islaman dan kemanusiaan.
4. Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil pembangunan, dengan mengutamakan perkembangan ekonomi rakyat.

5. Meneguhkan Nahdlatul Ulama (NU) Sebagai Lembaga Ke-Ulamaan

Persoalan keulamaan muncul kembali kepermukaan setelah ulama Yaman Habib Umar bin Habib bin Syeikh Abu Bakar dan dan Rais Syuriah PBNU KH. Ma’ruf Amin menegaskan tentang tanggung jawab sosial para ulama. Kedua ulama tersebut mensinyalir adanya penyimpangan peran ulama yang berakibat pada penyimpangan moral, sehingga melupakan tanggung jawab sosial yang harus mereka emban sebagai pembimbing dan pengayom umat, terutama sebagai teladan dalam bidan moral. Berbagai bencana yang timbul, baik bersifat alam atau sosial, akhirnya diakui sebagai bencana kemanusiaan yang diakibatkan oleh ulah manusia.

Sebagaimana sering dikatakan bahwa saat ini manusia termasuk para ulamanya cenderung Hubbud Dunya (cinta dunia/materi) sehingga melupakan tanggung jawab moral dan tanggung jawab sosial mereka, sehinga masyarakat berjalan tanpa bimbingan. Kalaupun menyimpang, para ulama pun tidak bisa memperingatkan, karena sebagian juga terlibat dalam penyimpangan, maka kerusakan menjadi merata tanpa ada otoritas yang mampu menghentikannya.

Kritik terhadap ulama itu mau tidak mau akan mengarah kepada Nahdlatul Ulama, sebab disamping merupakan sebagai organisasi para ulama, di dalamnya memang terdapat banyak para ulama. Bagaimana pun kritik tersebut harus diberhentikan oleh kalangan NU.

Ketika NU direduksi menjadi organisasi sosial, maka misi moral spiritual yang menjadi muatan dari gerakan sosial tersebut terabaikan, dengan demikian siapa saja bisa direkrut menjadi pengurus organisasi ini walaupun tanpa memiliki kualifikasi atau kadar keulamaan yang memadai. Tidak semua pengurus harus ulama, tetapi para praktisi, aktivis harus memahami dan menghayati tugas keulamaan yang tidak lain adalah tugas profetik (kenabian). Itu berarti bahwa berorganisasi tidak hanya bekerja, tetapi berjuang, mengabdi dan bahkan beribadah.

Sulitnya kaderisasi di lingkungan NU mengakibatkan rekrutmen kader berjalan asal-asalan, banyak orang yang tidak mengetahui dan memahami tentang NU serta misi perjuangan yang diemban, tetapi dijadikan pengurus. Kelompok semacam ini ketika masuk NU sering mengabaikan tugas mereka sebagai fungsionaris NU, sehingga kehilangan rasa dedikasi, militansi dan gairah berorganisasi, dan akhirnya banyak kendala dalam menghadapi gerakan islam transnasional yang militan dan radikal yang dengan gigihnya menanamkan pengaruhnya di masyarakat. Prioritas utama NU saat ini adalah memperkuat rasa pengabdian, komitmen ke-NU-an terutama komitmen keulamaan.

6. Ketulusan Nahdlatul Ulama (NU) dalam Ukhuwah Islamiyah

Ukhuwah islamiyah merupakan sebuah keharusan bagi kaum muslimin yang menginginkan kebersamaan dan persaudaraan. Hal tersebut seringkali dimanipulasi. KH. Wahab Hasbullah pernah mengingatkan adanyaUkhuwah Kusir Kuda. Satu kelompok menjadi kusirnya, sementara kelompok islam lainnya dijadikan kuda tunggangannya. Ukhuwah islamiyah seringkali dilakukan ketika dalam kondisi terdesak, dan setelahnya mereka menerapkan prinsip Musahaqah (persaingan) yang tanpa kenal etika bahkan saling menafikkan.

Peristiwa yang sering dialami NU adalah bagaimana gigihnya membela kelompok islam minoritas yang tertindas seperti syi’ah, tetapi setelah ditolong malah mengerogoti akidah dan aset NU, sehingga di beberapa tempat sempat terjadi ketegangan. Demikian juga kelompok wahabi yang saat ini terlibat permusuhan sengit dengan kelompok syi’ah, tiba-tiba merapat ke NU sebagai kelompok islam sunni, padahal selama ini NU dianggap aliran bid’ah, sehingga keberadaannya selalu di usik dan diharu-biru.

Bagaimanapun NU tidak senang dengan islam yang selalu mengusik kepercayaan orang dengan menyebarkan brosur, propaganda serta gerilya dari pintu kepintu. Tetapi demi persatuan islam, NU tetap berusaha damai dengan kelompok tersebut. Hal itu dilakukan karena ada agenda besar yang lebih penting yang harus diraih yaitu menyatukan gerakan islam sedunia.

Ukhuwah harus didasari ketulusan hati, karena ada persamaan nilai, persamaan cita-cita, dan ukhuwah itu akan berjalan abadi diatas dasar saling percaya, saling menghormati dan mencintai. Sementara ukhuwah yang manipulatif hanya didasarkan pada kepentingan sesaat, dimana kepentingan ketika kepentingan sudah diraih, maka ukhuwah dicampakkan. Cinta kasih berubah jadi caci-maki, kebersamaan menjadi ancaman, ketulusan menjadi kebencian dan seterusnya. Di sanalah konflik antara aliran dan madzhab kembali berulang baik dalam bentuk yang latin seperti adanya ketegangan hingga dalam bentuk konflik yang terbuka.

7. Basis Pendukung Nahdlatul Ulama (NU)

Jumlah warga Nahdlatul Ulama (NU) atau basis pendukungnya diperkirakan mencapai lebih dari 40 juta orang, dari berbagai profesi.Sebagian besar dari mereka rakyat jelata, baik di kota maupun di desa. Mereka memiliki kohesifitas yang tinggi karena secara sosial ekonomi memiliki masalah yang sama, selain itu mereka juga memiliki semangat dan sangat menjiwai ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah. Pada umumnya mereka memiliki ikatan cukup kuat dengan dunia pesantren yang merupakan pusat pendidikan rakyat dan cagar budaya NU.

Basis pendukung NU ini mengalami pergeseran, sejalan dengan pembangunan dan perkembangan industrialisasi. Warga NU di desa banyak yang bermigrasi ke kota. Maka saat ini dalam sektor perburuhan dan perindustrian cukup dominan, ditambah dengan terbukanya sistem pendidikan, basis intelektual dalam NU juga semakin meluas, sejalan dengan cepatnya mobilitas sosial yang terjadi selama ini

8. Sikap Tegas Nahdlatul Ulama (NU)

Sejak dulu NU dikenal sebagai organisasi yang moderat dan toleran. Namun demikian bukan berarti tidak punya sikap. Dalam menghadapi masalah prinsip, NU selalu bertindak tegas bahkan tanpa kompromi. Lihat bagaimana sikap yang ditujukan Ketua Umun PBNU KH. Hasyim Muzadi terhadap standar ganda negara-negara Barat mengenai soal muklir Iran. NU menganggap bahwa pelarangan tersebut merupakan pelanggaran terhadap hak bangsa Iran untuk mengembangkan teknologi mereka sendiri. Kalau mereka mau bersikap adil semua negara boleh mengembangkan teknologi nuklir dalam bentuk senjata nuklir.

Sikap dan langkah seperti ini yang ditempuh NU bukanlah sikap pasif, melainkan langkah aktif yang melelahkan dan penuh resiko dimusuhi banyak pihak. Namun demi menjaga keseimbangan kehidupan nasional dan situasi politik internasional, maka NU harus bertindak tegas baik terhadap kelompok islam atau barat yang manjalankan ektremisme serta kekerasan dan ketidakadilan. NU tidak membenci barat atau membenci sesama islam yang berlainan paham dan pemikiran, tetapi NU berusaha menegakkan keadilan dan perdamaian.

Karena itu, NU sangat mencela mereka yang menggunakan agama untuk mengobarkan konflik, padahal jelas bahwa tujuan konflik seringkali hanya untuk mengeruk kepentingan ekonomi oleh sebuah korporasi multi nasional yang sedang beroperasi. Celakanya agama yang harus dijadikan media pengobar konflik sekaligus menjadi korban.

Oleh karena itu NU mengingatkan kepada kaum beragama dan umat islam seluruh dunia agar selalu menjaga kerukunan agar tidak terprovokasi oleh upaya adu domba antar umat beragama maupun antar madzhab dalam islam, yang hanya akan melemahkan kekuatan dan persatuan umat islam.

9. Struktur Organisasi Nahdlatul Ulama (NU)

1. Pengurus Besar (Tingkat Pusat)
2. Pengurus Wilayah (Tingkat Propinsi)
3. Pengurus Cabang (Tingkat Kabupaten/Kota)
4. Majelis Wakil Cabang (Tingkat Kecamatan)
5. Pengurus Ranting (Tingkat Desa/Kelurahan)

Untuk tingkat Pusat, Wilayah, Cabang, dan Majelis Wakil Cabang, setiap kepengurusan terdiri dari:
a. Mustasyar (Penasehat)
b. Syuriah (Pimpinan Tertinggi)
c. Tanfidziyah (Pelaksana Harian)

Untuk tingkat Ranting, setiap kepengurusan terdiri dari:
1. Syuriah (Pimpinan Tertinggi)
2. Tanfidziyah (Pelaksana Harian)

Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Beranda
Lihat versi web
Mengenai Saya
Foto Saya
هيرى أدى والويو
HUB : 08999667989 BARANGKALI ADA YANG MAU MEMBAYAR ZAKAT / MENGINFAQKAN SEBAGIAN HARTA, "JAZAA KALLOHU, KHOIRON KATSIRO.... JAZAA"......KAMI INSYA ALLOH SIAP MENYAMPAIKAN AMANAH KEPADA YANG BERHAK. Rekening a.n. Heri Adi Waluyo BNI : 0192485096 BRI : 6839-01-000900-53-2
Lihat profil lengkapku
Diberdayakan oleh Blogger.

Senin, 11 April 2016

Aswaja an nahdliyah


wordpress.com
Baru saja dioptimalkan
Lihat yang asli

AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH
AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH

-; Sebuah Telaah Ideologi dan Manhaji ;-

A. PENDAHULUAN

Satu islam banyak pemahaman dan pandangan, demikianlah kenyataan sejarah perjalanan islam yang pada gilirannya perbedaan pemahaman dan pandangan itu bermuara dan terakumulasi dalam mazhab-mazhab dan sekte-sekte baik menyangkut masalah Iman, Islam maupun Ihsan yang tercermin ke dalam disiplin Aqidah, Syariah juga Tasawwuf.

Islam sebagai Syariat Allah yang abadi dimana substansi keagamaannya terdiri dari tiga hal pokok yang sering dikenal dengan Trilogi Islam yaitu Iman, Islam, dan Ihsan. Kebenaran (keshahihan) substansi keagamaan ini sebenarnya bias diukur dengan ukuran baku dari sumbernya, yakni Al Quran dan As-Sunnah. Manakala nafsu manusia tidak ikut intervensi dalam klaim-klaim kebenaran dengan menganggap pendapatnya benar sendiri, karena pada hakekatnya kebenaran itu hanyalah dari Allah bahkan hanyalah Allah sendiri.

Oleh karena itu, perlu memahami konsep pemikiran Ahlussunnah Wal Jama’ah sebagai landasan pikir, pola perilaku, ucap dan sikap sehari-hari dalam hidup dan kehidupan baik pribadi maupun social.

B. PENGERTIAN AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH

Ahlussunnah Wal Jama’ah merupakan rangkaian tiga kata yaitu: (1). Ahlun; (2). Sunnatun; (3). Jamaa’atun. Adapun pengertian lebih lanjutnya sebagaimana berikut:

Kata “Ahlun” dalam penggunaan sehari-hari mempunyai persamaan kata (synonym) dengan Shaahibun yang artinya pemilik; sahabat akrab.
Kata “Sunnatun” ditinjau dari penggunaan istilah dalam islam mencakup:
Wahyu Allah yang bukan Al-Quran atau segala yang datang dari Rasulullah selain Al-Quran.
Jika dikaitkan dengan kata “Allah” menjadi Sunnatullah, berarti aturan Allah terhadap alam raya.
Sesuatu yang diperintahkan oleh islam selain yang wajib.
3.      Kata “Jama’ah” yang berlaku organizing kalangan

kaum muslimin dari zaman ke zaman mencakup

empat hal utama yaitu:

Dari sisi pendekatan (manhaji) ialah umat islam yang mengikuti sunnah Rasulullah dan para sahabatnya.
Dari sisi bilangan (jumlah) ialah golongan yang lebih besar dari ummat islam dengan memegang teguh kelurusan dan kebenaran.
Dari sisi keluasan dan kedalaman faham (tsiqqah) ialah kuatnya hujjah (argumentasi), keimanan dan keagamaan serta kepatuhannya.
Dari sisi dasar (asas) ialah mereka yang memegang teguh kepada kebenaran (ah-haq).
Dari uraian pengertian dan penggunaan sebagaimana tersebut diatas, kiranya dapat dirumuskan bahwa: Ahlussunnah Wal Jama’ah ialah golongan islam yang mempertahankan dengan teguh faham aqidah, amalan syariah, dan sikap bathin (tashawwuf)nya mengikuti sunnah Rasulullah dan mengikuti amalan jama’ah Sahabat serta amalan Ulama Salafus Shalih.

C. ASAL-USUL PENGGUNAAN ISTILAH ASWAJA

Penggunaan istilah Ahlussunnah Wal Jama’ah bila ditinjau dari sejarahnya (dan dari pengertian diatas), menurut sebagian ahli sejarah keislaman seperti pernyataan Syeikh Muhammad Rasyid yang terungkap dalam Kitab Minhajus Sunnatin Nabawiyah (Juz 2 : Shohifah 487) sebagai berikut:

وَمَذهَبُ أهْلِ السُّــنُّةِ مَذهَبٌ قـَدِيْمٌ مَعْرُوْفٌ قـَبْلَ أنْ خـَلـَـقَ اللهُ أبَاحَنِيْفـَة َ وَماَلِكاً وَالشـًّافِعِىّ وَأحْمَدَ فَإ ِنًّهُ مَـــــــذ ْهَبُ الصَّـحَابَةِ الـَّذِيْنَ تـَلـَقـَّوْنَهُ عَـنْ نَبـِيِّهـِمْ وَمَنْ خـَالـَفَ ذالِكَ كـَانَ مُبْتـَدِعـًا عِنْدَ أهْلِ السـُّـنَّةِ وَالجَمـَاعَةِ. (منهاج السنة النبوية)

Artinya: “Dan madzhab ahlussunnah wal jama’ah merupakan madzhab merupakan madzhab lama yang sudah dikenal sebelum Allah menciptakan Imam Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafii dan Imam Ahmad. Karena sesungguhnya ia merupakan madzhab sahabat dimana mereka menerima dari nabi mereka, dan barangsiapa menyalahinya maka mereka merupakan orang yang melakukan bid’ah menurut Ahlussunnah wal Jama’ah”.

Namun istilah Ahlussunnah wal Jama’ah ini belum begitu masyhur di kalangan umat islam. Baru kemudian setelah memuncaknya fitnah organizing dunia Islam, terutama di masa pemerintahan Khalifah Al-Makmun (198-218 H) bani Abbasiyah yang menjadi pendukung dan pejuang setia faham Mu’tazilah. Dengan tampilnya dua Ushuluddin sebagai reaksi terhadap maraknya faham Mu’tazilah atas dukungan Al-Makmun tersebut. Mereka adalah Abul Hasan Al-Asy’ari Al-Bashry (260-324 H) dan Abu Mashur Al-Maturidy, wafat organizing Samarkand (333 H).

Kepada kedua beliau inilah kepeloporan golongan Aswaja dinisbatkan yang kemudian berkembang sebagai madzhab islam yang terbesar dan sangat dominant organizing dunia islam. Sedangkan madzhab-madzhab lain banyak hilang ditelan masa selain madzhab Syi’ah yang memang resmi sebagai madzhab di negeri Persia dan sebagian kecil di Irak, Yordan, Syiria juga di Pakistan.

D. PEMAKAIAN ISTILAH ASWAJA DARI MASA KE MASA

1. Masa Salafus Shaalih (سلف الصالح)

Pada masa Salafus-Shaalih istilah Ahlussunnah Wal Jama’ah itu digunakan untuk menyebutkan golongan islam yang mendahulukan petunjuk Al-Qur’an dan mengikuti Sunnah Rasul (إتباع الرسول) dari pada petunjuk yang lain, sekaligus memeliharanya dengan cara jama’ah.

2. Masa Khalfus Shaalih(خلف الصالح)

Pada masa Ulama’ Khalaf (ulama islam baru) istilah Ahlussunnah Wal Jama’ah digunakan untuk menyebut golongan islam yang selalu memegang teguh As-sunnah dan bergabung dengan Jama’ah Ulama-Ulama yang berusaha mengikis faham-faham Bid’ah di bawah sinar para pimpinan tokoh pembaharuan (تجديد) yang berusaha menghidupkan kembali nilai-nilai yang telah pudar dari amalan-amalan yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits.

E. ASWAJA AN-NAHDLIYAH

ASWAJA mencakup banyak golongan Islam;

yaitu golongan yang mengutamakan dan mendahulukan Sunnah Rasulullah إتباع أعمال الصحابة و أعمال التابعينdari pada pemikiran dan amalan lainnya. Atau dengan kata lain “Mendahulukan Wahyu daripada Ra’yu”.

Sedangkan Nahdlatul Ulama adalah golongan Islam yang juga mendahahulu kan wahyu dari pada ra’yu, menempatkan akal fikiran sebagai pembantu dalam memahami wahyu. Namun sebagai organisasi social keagamaan tentu mempunyai karakteristik tertentu. Dimana karakteristik itu disebabkan oleh sejarah, lokasi, atat dan budaya. Sehingga Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah itu secara ringkas dapat dirumuskan sebagai berikut:

1.   Substansi Keagamaan

Bidang Aqidah didasarkan pada Aqidah Aswaja menurut Al-Asy’ari dan Al-Maturidy
Bidang Syari’ah Amaliyah mengikuti salah satu madzhab empat (Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabalah)
Bidang Tashawwuf (spiritual) berpegang teguh dengan garis-garis As-Sunnah dengan tokoh panutannya Abul Qosim Muhammad Al-Junaid wafat di Baghdad (297 H) dan Abu Furqah. (disarikan dari pendapat Ibnu Abbas , Said bin Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al-Ghazaly: 450-505 H/ 1058-1111 M)
2.   Substansi Kemasyarakatan

a. Mabadi’ Khaira Ummah (مبادئ خير الأمـة)

Dalam kiprah kemasyarakatan harus mampu mengembangkan citra diri/ karakter sebagai berikut:

1).   الصدق Berkepribadian Jujur dan Tangguh

2).   الأمانة Memegang Penuh Amanah dan Bertanggungjawab

3).   العدالة Mempunyai Rasa Keadilan

4).   التعاون Berjiwa Tolong Menolong

5).   الإستقامة Memiliki Integritas Tinggi

b.      Maslahatul Ummah (مصلحة الأمّـة)

Dalam upaya berkhidmah untuk kemaslahatan ummat, bisa mengabdikan diri sesuai dengan potensi yang dimiliki demi kesejahteraan masyarakat dalam bidang:

Ekonomi; yaitu mengembangkan masyarakat secara terus menerus untuk menuju ke arah peningkatan taraf  hidup masyarakat dengan prinsip ekonomi yang halal serta meningkatkan kemampuan masyarakat sesuai dengan potensinya.
Pendidikan; masyarakat yang maju ditandai dengan kualitas pendidikannya. Maka peningkatan pendidikan generasi muda baik melalui jenjang pendidikan formal maupun jenis pendidikan lainnya. Tegasnya pendidikan yang berorientasi pada output Kecerdasan Perilaku menuju generasi muda yang mampu Berperilaku Cerdas.
3.    Substansi Kebangsaan

Masyarakat islam di Indonesia adalah bagian yang tidak terpisah dari elemen bangsa Indonesia. Atas pemahaman dan pengkajian yang mendalam bahkan comprehensive maka pilihan kenegaraan dan kebangsaan yang diambil adalah “Darus Salam” (دار السلام) bukan “Darul Islam” (دار الإسلام), yaitu Negara bermasyarakat islam, bukan Negara islam. Sehingga Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila merupakan bentuk final bagi bangsa Indonesia.

4.    Sikap

Sebagai generasi yang tergabung dalam الجمعية  الإجتماعية الدينية)) dengan tugas dan tanggungjawab di’ayah (da’wah) dalam peranannya dilandasi dengan sikap:

التوسطModerat; menghindari sikap ekstrim dan radikal.
التسامحToleran dalam menghadapi perbedaan pendapat/ faham maupun beda agama.
التوزنHarmoni; memelihara keseimbangan dalam menghadapi hidup dan kehidupan baik individu maupun social, lahir maupun batin lebih-lebih dunia maupun akhirat.
Dalam rangka mempertahankan eksistensinya agar tetap mampu bertahan dan berkembang seirama dengan perkembangan zaman, maka semboyan yang harus dipegang adalah:

المُحـَا فـَظـَـة ُ عـَلىَ القـَدِيْمِ الصـََّالِح وَالأخْذ ُ بـِالجَديْدِ الأصْلاَح

Artinya: Memelihara budaya lama yang masih sesuai (baik), dan mengambil budaya baru yang lebih sesuai (baik).

F. PENUTUP

ASWAJA dalam kehidupan kekinian hanya mampu dibaca dan didengar oleh generasi muda. Perang dalih dan argumentasi bahkan pembenaran atas sikap yang dilakukan oleh generasi muda sering kali menafikan nilai-nilai luhur Aswaja bahkan islam. Tidak terorganisirnya kaum muslim (ahlussunnah) dengan baik serta bergesernya gaya hidup sederhana menjadi gaya hidup kapitalis, mengakibatkan perubahan pola fakir dan perilaku generasi yang sangat pragmatis dan sulit berkorban.

Apabila substansi keagamaan, kemasyarakatan, kebangsaan, sikap serta semboyan tersebut diatas dapat diwujudkan, maka dengan izin Allah akan terwujud pula tatanan yang sesuai dengan nilai-nilai luhur islam. Sehingga generasi islam benar-benar mampu mendalami pesan Al-Quran dalam surat An-Nahl : 66 sebagai berikut:

وَإنًّ لـَكُمْ فِى الأنْعــَامِ لـَعِـبْرَة ً نُسْقِيْكُمْ مِـمَّا فِى بُطـُوْنِهِ مِنْ بَيْنِ فـَرْثٍ وَدَمٍ لَبَنـًا خـَالِصـًا سَائِغاًللشـَّارِبِيْنَ.

Artinya: “sesungguhnya pada binatang ternak itu terdapat pelajaran bagimu. Kami memberimu minuman dari pada apa yang terdapat dalam perutnya, (berupa) susu yang bersih diantara tahi dan darah, yang mudah ditelan dan menyegarkan bagi orang yang minum.

Maka kebahagiaan dunia akhirat menjadi kenyataan, serta hidup di dunia yang hanya sekali menjadi hidup yang berarti.

_____________________

Oleh:

Hadi Prayitno

(Div. Research and Community Development

PW Lakpesdam NU Jatim)

Loading...
Like
Be the first to like this.
Leave a Reply
Your email address will not be published. Required fields are marked *
Comment
Name
*

Email
*

Website

Notify me of new comments via email.

PC IPNU-IPPNU TUBAN

Bacaan
AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH
Membangun Kepercayaan Dalam Organisasi
Bahan Bacaan Pengorganisaisan
Berita
Foto-foto
Dokumentasi LAKUT
Calender

APRIL 2016
M T W T F S S
« Feb
1 2 3
4 5 6 7 8 9 10
11 12 13 14 15 16 17
18 19 20 21 22 23 24
25 26 27 28 29 30
Blogroll

5hohib.WordPress.com
Create a free website or blog at WordPress.com.
View Full Site

Create a free website or blog at WordPress.com.
Skip to primary content
Home
Bacaan
Membangun Kepercayaan Dalam Organisasi
Bahan Bacaan Pengorganisaisan
Berita
Foto-foto
Dokumentasi LAKUT